Laporan Redaksi : Bams
Jakarta, Pos Berita Nasional – Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil dan memberikan pembekalan terhadap 108 orang calon menteri, wakil menteri dan kepala badan/lembaga yang diproyeksikan bakal mengisi kabinetnya.
Dengan calon sebanyak itu, jumlah kementerian dan lembaga pada kabinet Prabowo diprediksi mencapai 44 sampai 49.
Sejumlah pihak lantas menyoroti kabinet Prabowo. Tidak hanya dianggap lebih gemuk dari kabinet Jokowi yang hanya 34 kementerian, tapi juga lebih tambun dibanding negara maju seperti Amerika Serikat dengan 15 kementerian” ucap Haidar Alwi.
Menanggapi hal itu, Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai, tidak ‘apple to apple’ membandingkan kabinet Indonesia dengan kabinet Amerika Serikat.
Meskipun sama-sama negara demokrasi dengan wilayah yang luas dan penduduk yang banyak, Indonesia dan Amerika Serikat memiliki karakteristik yang berbeda.
“Tidak apple to apple. Indonesia negara kesatuan, sedangkan Amerika Serikat negara federal,” kata R Haidar Alwi, Sabtu (19/10/2024).
Ia menjelaskan, di Indonesia, kekusaan sesungguhnya berada di tingkat pusat. Sementara di Amerika Serikat kekuasaan sesungguhnya ada pada negara bagian.
“Karena itu, Indonesia di pusatnya gemuk tapi di provinsinya ramping. Sebaliknya di Amerika Serikat pusatnya ramping tapi negara bagiannya gemuk,” ungkap R Haidar Alwi.
Dirinya menyebut, rata-rata provinsi di Indonesia hanya memiliki 22 dinas. DKI Jakarta dan Jawa Timur misalnya. Jika ditambah satuan kerja lainnya, jumlah masing-masingnya adalah 42 dan 56.
Bandingkan dengan dua negara bagian terbesar di Amerika Serikat, yaitu California dan Texas yang masing-masing jumlah departemennya mencapai 200 dan 237.
“Jadi kalau dilihat lebih dalam, pemerintahan Amerika Serikat itu justru jauh lebih gemuk dari Indonesia,” terang R Haidar Alwi.
Oleh karena itu menurutnya, penambahan jumlah kementerian kabinet Prabowo masih wajar dan masuk akal. Mengingat karakteristik bangsa dan negara yang besar dan beragam, kebutuhan serta tantangan yang dihadapi ke depannya.
“Lagi pula kabinet itu hak prerogatif Presiden. Selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ya sah-sah saja. Jangan buru-buru menghakimi, tunggu. Kasih kesempatan untuk bekerja, setelah itu baru dievaluasi,” pungkas R Haidar Alwi.