Laporan Jurnalis : Angga
Bekasi – PT Sandang Mutiara Cemerlang kembali menjadi sorotan setelah memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal terhadap seluruh karyawan dan menutup pabrik secara permanen. Keputusan ini diambil akibat penurunan pesanan yang signifikan dalam enam bulan terakhir, yang membuat perusahaan tidak mampu lagi beroperasi secara berkelanjutan.
Menurut Nenih, Ketua PUK yang tergabung dalam Federasi Pekerja Industri, perusahaan telah mulai mengurangi jumlah karyawan sejak Mei 2024 dengan kebijakan merumahkan pekerja. Meskipun pekerja tetap menerima upah, situasi ini menciptakan ketidakpastian di kalangan karyawan. Dalam menghadapi ancaman PHK, pekerja diimbau untuk cerdik dan membuat jadwal bergilir agar tetap standby di pabrik. Hal ini penting untuk mengantisipasi tindakan perusahaan yang mungkin merugikan, seperti menjual mesin sebelum hak-hak mereka dipenuhi.
Pada awal Agustus 2024, perusahaan mengadakan pertemuan bipartit, namun keputusan untuk menutup pabrik tetap diambil dengan alasan kerugian dan tidak adanya order. Banyak pihak menganggap keputusan ini sebagai dampak dari UU Cipta Kerja* dan PP 35 tahun 2021, yang mempermudah perusahaan dalam melakukan PHK tanpa mempertimbangkan kondisi pasar.
Dampak terhadap Pekerja
Penutupan pabrik ini berpotensi mengurangi perlindungan bagi pekerja, yang sebelumnya lebih terjamin di bawah UU Ketenagakerjaan yang lebih lama. Banyak pekerja merasa tertekan untuk menerima status kontrak yang lebih tidak menguntungkan, yang dapat mempengaruhi hak-hak mereka dalam mendapatkan pesangon yang layak. Situasi ini menciptakan tantangan besar bagi buruh garmen di Indonesia, yang kini harus berjuang untuk mempertahankan hak-hak mereka di tengah perubahan regulasi yang menguntungkan perusahaan.
Dengan kondisi ini, penting bagi pekerja untuk bersatu dan memperjuangkan hak-hak mereka agar tidak terpinggirkan dalam industri yang semakin kompetitif.