Opini Publik

Percikan Darah Hijau Hitam (Refleksi 78 Tahun : Dirimu atau HMI ?)

Oleh, Marwan/Ketua HMI UBB

{Wujud kebangggan dan kecintaan hamba yang berteduh menjelang 3 tahun dibawah nama besarnya}

Merefleksikan sebuah peristiwa menarik yang menjadi sebuah otokritik bermata dua terhadap sebuah Himpunan yang dilahirkan 78 Tahun silam. Hal ini menjadi sebuah catatan atas kecacatan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dasar yang melandasi perjuangan HMI.

Lillahita’ala yang menjadi tujuan utama HMI berjuang, hari ini menjadi karena kepentingan golongan (nepotisme). Pada masanya ketika Prof. Dr. Lafran Pane (sosok pendiri HMI 05 Februari 1947) berjuang mendirikan HMI, berjuang ditengah gejolak Bangsa, menghindari kepentingan dan jabatan demi nama besar HMI dengan Independensinya secara organisatoris dan etis.

Pada masanya Prof. Dr. Nurcholis Madjid (perumus nilai-nilai dasar perjuangan/NDP HMI) menolak tawaran untuk menduduki jabatan sebagai Ketua Komite Reformasi sehari menjelang mundurnya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden yang digenggamnya tidak kurang dari 32 Tahun. Dalih yang disampaikannya adalah perihal keikhlasannya berjuang dan menjaga pandangan orang banyak terhadapnya dan HMI sebagai pijakannya. Hari ini malah sebaliknya, badai yang menerpa HMI ialah kepentingan yang bersifat nepotisme merenggut semangat para kader HMI yang dalam perjuangan dengan idealisme dan independensinya.

Menjadi pertanyaan mengenai harapan kedepannya, apakah sebuah kebangkitan besar yang akan terus bertumbuh pada rumah tercinta ini, ataukah kepentingan serta keegoisan besarmu yang akan menyelimutinya ?.

Ketika kita kembali merenungi perjuangan Lafran Pane dalam mendirikan HMI, serta perjuangannya dengan berbagai gejolak dinamika besar. Namun beliau tetap mengutamakan kepentingan HMI daripada kepentingan dirinya sendiri ataupun kepentingan golongan lainnya. Apakah layak hari ini, kita yang membalikkan sebuah peristiwa bersejarah di HMI. Para pendiri HMI yang berkorban bertumpah darah dan berjuang secara intelektual demi kebermanfaatan HMI, menolak berbagai bentuk jabatan demi menjaga citra baik nama HMI. Namun hari ini apa, hanya percikan perjuangan kecil yang kita lakukan, namun kemanfaatan besar yang ingin kita raih, sehingga menorehkan keterpurukan dalam memperjuangkan HMI.

Sebagai insan akademis yang masih memperjuangkan tercapainya hal itu, sebagai insan pencipta yang hari ini mencoba melangkah meraih hal tersebut, sebagai insan pengabdi yang terus mencoba merealisasikannya kepada masyarakat dengan landasan nilai-nilai ke-Islaman sehingga Allah SWT. meridha’i apa yang saya dan kader HMI perjuangkan hari ini. Maka 78 Tahunnya HMI menitikberatkan pada seluruh kader HMI yang berada pada koridor dalam mencapai tujuannya sebagai insan akademis ataupun Alumni HMI (KAHMI) yang sudah berjuang diluar struktural HMI secara kelembagaan. Kita semua harus membentuk kesadaran bahwa dalam memperjuangkan HMI, penting bagi kita semua untuk senantiasa menjaga nama baik HMI. HMI bukan wadah penampung tujuan pribadi, HMI bukan ranah untuk mencapai kepentingan pribadi, HMI bukanlah organisasi yang menghantarkan kita pada kesuksesan. Tapi HMI adalah wadah atau ranah yang mampu menanamkan nilai-nilai dalam diri kita sehingga kita mampu berjuang keras untuk mencapai kesuksesan. Ketika pada HMI didapatkan kemampuan akademis maka dalami kesuksesan dibidangnya, ketika pada HMI didapatkan relasi yang besar maka gunakan relasi itu dengan bijak. Namun suatu keutamaan yang harus kita jaga adalah, jangan sampai secara struktural organisasi HMI dimanfaatkan untuk mencapai kesuksesan diri pribadi. Cukup ilmu, relasi dan sebagainya yang kita usahakan dalam mencapai kesuksesan. Jangan libatkan secara kelembagaan HMI untuk mencapai kepentingan pribadi, sehingga mencorengkan nama besar HMI saat ini.

Kita rasa, sebenarnya enggan mengkritisi kondisi HMI saat ini yang dimanfaatkan untuk mengejar kepentingan individu atau golongan tertentu (Nepotisme). Mereka menjadikan HMI sebagai jembatan untuk memuluskan jalan kepentingan. Akan tetapi semua hal ini kembali pada sebuah keputusan bijak yang harus tertanam pada diri seorang kader HMI. Memang semua proses akan ada masanya tersendiri. Sehingga penting bagi kita memaknai sejarah dengan mengambil setiap hal positif didalamnya. Sehingga ketika dihadapkan pada hal yang sama, hal positif itu akan mendorong kita mengambil sebuah kebijakan. Maka jangan sampai masa perjuangan HMI saat ini melupakan sejarah perjuangan sebelumnya. Sisi baik buruknya sebuah peristiwa akan tetap ada, namun kebijakan yang baik adalah kebijakan yang mampu menaburkan kebermanfaatan dari hal tersebut.

Sejarah akan menjadi pembelajaran bagi masa yang akan datang. Mengambil makna positif didalamnya akan menguatkan kita dalam mengukirkan sebuah peristiwa besar dimasa yang akan datang. Maka, harus kita jadikan 78 Tahun HMI sebagai sejarah yang mengandung Nilai, harus kita jadikan peristiwa 78 tahun HMI sebagai suatu Makna, 78 tahun HMI adalah pembelajaran yang harus kita serap. Maka sejarah 78 Tahun akan menuaikan seni perjuangan pada masa yang akan datang. Namun, yang harus kita pegang saat ini ialah semangat ke-Islaman dan ke-Indonesiaan meskipun dimana kita berada.

Tepatnya hari ini, peristiwa bersejarah 78 tahun silam kembali kita ingat.
Panjang umur Perjuangan 05 Februari 2025 Yakinkan dengan iman, Usahakan dengan Ilmu dan Sampaikan dengan amal.