RSUD Soekarno Terancam Krisis, Narulita Sari: Ini Alarm untuk Sistem Kesehatan Babel

Laporan Pian,Bm

Pangkalpinang,Posbernas, – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. (H.C.) Ir. Soekarno Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menghadapi ancaman serius terkait status kelas dan keberlanjutan layanannya. Meski saat ini menyandang status Kelas B, sistem pembiayaan BPJS berpotensi menurunkan pembayaran klaim ke tarif Kelas C, yang bisa mengganggu operasional rumah sakit utama di provinsi ini.

Penurunan pembayaran klaim tersebut dipicu oleh ketidaksesuaian layanan, sumber daya manusia (SDM), serta peralatan dengan standar rumah sakit Kelas B dalam sistem INA-CBGs BPJS. Jika hal ini terjadi, pendapatan rumah sakit akan anjlok, sementara beban biaya layanan tetap tinggi.

Penurunan tarif hingga 10–40 persen pada layanan rujukan seperti kemoterapi, radioterapi, ICU, dan bedah mayor akan menyebabkan defisit anggaran. Akibatnya, RSUD Soekarno berpotensi mengalami tunggakan kepada vendor obat dan alat kesehatan, serta kesulitan mempertahankan dokter spesialis yang selama ini menjadi andalan.

Narulita Sari, Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari Fraksi Gerindra menyatakan keprihatinannya dan mendesak Pemprov segera turun tangan.

“Kita tidak bisa membiarkan RSUD Soekarno kehilangan kemampuan sebagai rumah sakit rujukan utama. Bila insentif dokter menurun dan alat medis terbatas, pasien kita akan semakin banyak dirujuk ke luar daerah. Ini bukan hanya soal teknis medis, tapi menyangkut keadilan akses layanan kesehatan masyarakat Babel,” tegas Narulita, saat diwawancarai di sela agenda kerja DPRD Babel, Senin (30/6/2025).

Ia juga menekankan pentingnya komitmen Pemprov untuk menjaga status RSUD Soekarno tetap di Kelas B, dengan memenuhi standar minimal seperti rasio SDM, alat kesehatan, dan kualitas pelayanan.

“Kalau tidak segera ada intervensi dari pemerintah daerah, entah itu lewat tambahan subsidi, penguatan SDM, atau perbaikan sarana, maka masyarakat kita, terutama yang kurang mampu, akan menjadi korban. Biaya ke luar provinsi sangat mahal dan menyulitkan,” tambahnya.

Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu efek domino, peningkatan rujukan ke rumah sakit di Palembang dan Jakarta, keterlambatan terapi penyakit kritis, penurunan mutu layanan, bahkan potensi moral hazard berupa penolakan kasus-kasus berat peserta BPJS.

Lebih jauh, penurunan kemampuan RSUD Soekarno dapat memperlebar kesenjangan layanan antarwilayah. Pulau Belitung, yang sudah memiliki keterbatasan akses fisik, akan terdampak lebih berat jika layanannya di Pulau Bangka juga melemah.

Dampak sosial dan ekonomi pun tak bisa dihindarkan. Masyarakat akan kecewa terhadap pelayanan publik dan bisa mendorong pertumbuhan rumah sakit swasta dengan tarif lebih tinggi, yang sulit dijangkau kelompok rentan.

“Jangan sampai masyarakat menilai pemerintah abai soal layanan kesehatan. Kita ingin Babel punya sistem layanan rujukan yang kokoh dan mandiri, bukan tergantung pada daerah luar,” pungkas Narulita.

Saat ini Narulita Sari sedang berusaha mendorong pembahasan lintas komisi dan koordinasi intensif dengan Dinas Kesehatan serta manajemen RSUD Soekarno untuk memastikan langkah konkret segera diambil sebelum dampak lebih luas terjadi.

Terkait hal tersebut awak media ini masih terus berupaya konfirmasi ke pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. (H.C.) Ir. Soekarno Provinsi Kepulauan Bangka Belitung