PLTN di Pulau Gelasa Dinilai Ilegal dan Menyesatkan, WALHI Babel: Ini Bentuk Pemaksaan!

Laporan Alpian

PANGKALPINANG,POSBERNAS — Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ahmad Subhan Hafiz, menegaskan bahwa rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) oleh PT Thorcon Power Indonesia di Pulau Gelasa adalah bentuk pemaksaan yang bertentangan dengan kondisi ekologis dan kehendak masyarakat.

Pernyataan itu disampaikan Ahmad Subhan Hafiz usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Provinsi Babel di Ruang Banmus DPRD Babel, Senin (10/11/2025).

“Pertemuan ini menjadi simbol bahwa masyarakat Bangka Belitung menolak PLTN, terutama di Pulau Gelasa,” ujar Subhan. Ia mengingatkan bahwa dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebelumnya, terdapat dua lokasi tapak lama milik BATAN sejak 2009, yakni di Teluk Inggris dan Sebagin, Bukit Nenek, bukan di Pulau Gelasa.

Menurutnya, penetapan Pulau Gelasa sebagai lokasi PLTN sangat janggal karena wilayah tersebut berdasarkan tata ruang termasuk zona konservasi dan pariwisata, bukan industri energi. “Tiba-tiba Pulau Gelasa dijadikan proyek tapak PLTN, ini jelas tidak sesuai dengan pola ruang,” tegasnya.

Hafiz juga menyoroti klaim PT Thorcon yang menyebutkan 73 persen masyarakat mendukung PLTN. Ia menyebut angka itu “tidak masuk akal” dan tidak didukung realita di lapangan. “Masyarakat Bangka Belitung, terutama di Batu Beriga dan Tanjung Berikat, 100 persen menolak PLTN. Klaim 73 persen dukungan itu sangat berlebihan,” katanya.

Ia bahkan membandingkan dengan negara maju yang sudah lama menggunakan energi nuklir. “Di Amerika, yang sudah 80 tahun pakai PLTN, penerimaan publiknya tak sampai 60 persen. Jepang setelah Fukushima hanya 20 persen. Jadi kalau di sini disebut 73 persen, itu angka ambisius dan menyesatkan,” tegas Subhan.

Lebih lanjut, Hafiz menyatakan tidak ada urgensi membangun PLTN di Babel, karena potensi energi terbarukan di daerah ini sangat besar. “Energi surya di Babel potensinya mencapai 2.810 MW, dan tenaga bayu atau angin 1.787 MW. Itu jauh lebih bersih, aman, dan realistis dibanding nuklir,” ungkapnya.

Ia juga menuding PT Thorcon tidak konsisten soal sumber bahan bakar reaktor nuklirnya. “Awalnya mereka bicara thorium, tapi sekarang bergeser ke uranium. Itu kebohongan yang perlu dikritisi karena publik tidak diberi informasi yang transparan,” tambahnya.

Selain menyoroti isu PLTN, Ahmad Subhan juga menegaskan kembali tuntutan WALHI terkait “Zero Tambang” di kawasan pesisir. Ia mendesak agar pemerintah segera merevisi tata ruang wilayah (RTRW) terintegrasi, mengalihkan zona tambang laut menjadi zona tangkap nelayan.

“Rekomendasi untuk mencabut izin usaha penambangan PT Timah di pesisir Batu Beriga dan Batu Perahu sudah disampaikan oleh Gubernur, Bupati Bangka Tengah, dan DPRD Babel. DPRD sendiri sudah menunjukkan sikap tegas lewat hasil Pansus Batu Beriga yang merekomendasikan pencabutan IUP dan evaluasi perda RTRW,” jelasnya.

Hafiz menegaskan, Pulau Gelasa memiliki bentang ekologis penting bagi masyarakat pesisir timur Babel. Di sana terdapat ekosistem bawah laut berusia ribuan tahun seperti terumbu karang purba, jalur migrasi penyu, serta habitat mamalia laut. “Jika PLTN dipaksakan, kita bukan hanya kehilangan ruang hidup masyarakat, tapi juga menghancurkan ekosistem laut yang menjadi penopang kehidupan,” tutupnya.