Sosialisasi Scientific Criminal Investigation, Peran Bantuan Teknis Aspek Medis Kedokteran Kepolisian bagi Penyidik di Jajaran Polda Kep Babel Tahun 2019

Laporan Jurnalis Ibrahim

Posberitanasional.com, 10/10/19, PANGKALPINANG-Polda Kep Babel Bidang Dokkes mengelar Sosialisasi Scientific Criminal Investigation’ Peran Bantuan Teknis Aspek Medis Kedokteran Kepolisian bagi Penyidik di jajaran Polda Kep Babel. giat berlangsung di Hotel Novotel Pangkalpinang. Selasa 8/10/19.

Kegiatan tersebut menghadirkan Hakim PT.BANTEN sebagai narasumber dia adalah Dr. Binsar M Gultom SH.,SE.,MH.,kala itu Viral menangani sidang Kopi Maut Bersianida.

Sempat pula diminta untuk menjadi narasumber di Kejaksaan Agung RI terkait Perluasan Alat/Barang Bukti Elektronik di Kuta, Bali 5-8 Agustus 2019 lalu.

Giat dibuka langsung oleh Kapolda Babel  Brigjen (Pol) Istiono, yang juga dihadiri oleh waka polda, Kombes pol Pramujoko, Kabid dokkes Polda kep.Babel, Para PJU Mapolda kep.Babel dan jajaran Polres di wilayah Bangka Belitung. (Peserta dari Reskrimum, Reskrimsus dan Dokkes).

Materi yang disampaikan kepada peserta, Ditekankan oleh Dr Binsar Gultom selaku dosen pascasarjana Universitas Esa Unggul ini, kepada penyidik supaya betul-betul profesional dalam mengolah tempat kejadian perkara (TKP).

“Sebab fakta pertama yang mengungkap kasus adalah pihak kepolisian. Jika keliru atau tidak lengkap fakta yang diajukan kepada Jaksa, akan berakibat fatal di kejaksaan terlebih di pengadilan nanti,” ujarnya dihadapan para peserta Sosialisasi Scientific Criminal Investigation’

“Hakim itu sesungguhnya tidaklah sembarangan memutus perkara”.

“Namun hal itu tergantung alat dan barang bukti yang disodorkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU – red) yang sebenarnya para saksi dan barang bukti tersebut telah diperiksa sebelumnya ditingkat penyidikan,” terangnya.

Sebaliknya jika pihak kepolisian dan kejaksaan mendapat kesulitan mendapatkan alat bukti terkait peristiwa pidana, terpenting sesuai peraturan hukum yang berlaku, asalkan ada permulaan yang cukup pihak aparat penegak hukum telah bisa melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan. Soal terbukti nanti, biarlah pengadilan yang akan menelaahnya, itulah tugas hakim.

Lebih lanjut di katakannya, Menurut hakim tinggi Banten ini, sekalipun tidak ada saksi mata yang melihat terjadinya peristiwa pidana, seperti dalam kasus terpidana Jessica Kumolo Wongso, maka menjadi tanggung jawab hakim untuk menggali hukum untuk bisa mencari pelaku sesungguhnya berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan.

“Sebab bukti surat pun sekarang sudah bisa diperluas setelah berlakunya undang-undang informasi teknologi elektronik, demikian juga saksi testimonium de auditu yang sebelumnya tidak boleh didengar dipersidangan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi sudah bisa didengar sebagai saksi dipersidangan,” tegasnya.

Demikian juga para ahli forensik, ahli toksikologi, ahli gestur tubuh, ahli digital dan psikologi menurutnya lagi harus bisa memberikan keterangan yang benar dipersidangan secara obyektif.

“Bukan berdasarkan pesanan dari pihak terkait. Sekarang ini banyak para ahli sekalipun mereka satu perguruan, tapi jawaban menjadi berbeda-beda. Namun bagi hakim tidak mempersoalkan perbedaan itu lagi, karena hakim boleh mengesampingkan perbedaan pendapat yang tidak sesuai dengan peristiwa pidana,” jelasnya.

Ditambahkan oleh Hakim Dr. Binsar Gultom, karena kualitas kesaksian terdakwa lebih rendah dengan alat-alat bukti lain seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk, maka sekalipun terdakwa tidak mengakui perbuatannya, Dr. Binsar Gultom tidak mau ambil pusing, sebab menurut pasal 189 ayat 3 KUHAP mengatakan bahwa keterangan saksi hanya berlaku bagi dirinya sendiri, itu sebabnya terdakwa diberikan hak ingkar. Namun yang menjadi persoalan, jika ternyata terdakwa terbukti bersalah, maka penyangkalan dirinya tidak berbuat, menjadi hal yang memberatkan bagi hukumannya. Karena itu menurut pasal 189 ayat 4 KUHAP sekalipun terdakwa mengakui atau tidak mengakui perbuatan tersebut, maka hakim tidak begitu saja percaya, tetapi perlu mengkombain jawaban terdakwa tersebut kepada alat alat bukti terkait dlm passl 184 ayat 1 KUHAP.

Jika masing masing alat bukti tersebut saling mengkait dan melengkapi satu sama lain, berarti alat bukti ini menjadi sempurna dan bisa langsung menghukum terdakwa bersalah, meskipun terdakwa tidak mau mengakui kesalahannya. Karena itu menurut Dr. Binsar lulusan doktor Ilmu hukum USU Medan ini, sekali pun tidak ada saksi melihat perbuatan tindak pidana, dihati Binsar Gultom, tetap bisa menghukum terdakwa bersalah.