Laporan Redaksi
Posberitanasional.com, 22/11/2020, Banjarmasin – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango hadir dalam kegiatan pembekalan calon kepala daerah (cakada) dan penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2020 untuk empat wilayah Provinsi Bangka Belitung, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Sulawesi Selatan (Sulsel). Pembekalan berlangsung di Ballroom Calamus Hotel Rattan Inn Banjarmasin, Kalsel, Rabu, 18 November 2020. Peserta di luar Kalsel mengikutinya secara daring.
Agenda utama pembekalan adalah menjalin sinergi dan komitmen sejak awal antara KPK dengan cakada untuk melaksanakan proses pilkada berintegritas dan selanjutnya membangun tata kelola pemerintahan yang baik ketika terpilih.
Nawawi menekankan, penyelenggaraan pilkada berintegritas sangat penting. Ada tiga alasan, katanya, yakni relatif ekstensifnya kewenangan seorang kepala daerah, kecenderungan meningkatnya jumlah kepala daerah yang tersandung tindak pidana korupsi, dan masih adanya praktik politik uang dalam pelaksanaan pilkada.
“Pilkada berintegritas perlu karena, satu, luasnya kewenangan kepala daerah di wilayahnya. Otoritas perizinan adalah salah satunya. Dua, banyaknya jumlah kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. Data sampai Juli 2020, sudah 21 Gubernur dan 122 Bupati, Walikota, dan Wakilnya, terjerat tindak pidana korupsi oleh KPK. Tiga, masih masifnya politik uang. Biaya pilkada mahal, dibutuhkan dana antara Rp5 sampai Rp10 Miliar, sementara untuk menang rata-rata dibutuhkan uang hingga Rp65 Miliar,” ujar Nawawi.
Modus korupsi kepala daerah, menurut Nawawi, tidak jauh dari tiga langgam muslihat, yaitu suap dan gratifikasi dalam pemberian izin, jual beli jabatan dalam proses mutasi atau promosi Aparatur Sipil Negara (ASN), dan kickback dalam pengadaan barang dan jasa.
Korupsi kepala daerah, sambung Nawawi, berkaitan erat dengan keharusan balas jasa atas dukungan dana dari donatur, sejak proses pencalonan, kampanye, sampai pemungutan suara.
Sumbangan donatur yang kebanyakan adalah pengusaha, sebut Nawawi mengulang pernyataan sebelumnya saat kegiatan serupa di Manado pada 5 November 2020, mempunyai konsekuensi pamrih untuk mendapatkan kemudahan perizinan dalam menjalankan bisnis, keleluasaan mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah, dan keamanan dalam menjalankan bisnisnya.
Kebutuhan biaya pilkada, ungkap Nawawi, mencakup beberapa hal, yaitu mahar kepada partai politik pendukung, advertensi (iklan di media, alat peraga di tempat umum, umbul-umbul, kaus, baliho), sosialisasi kepada konstituen (transportasi, rapat kader, tatap muka dengan calon pemilih, pertemuan terbatas dan rapat umum), honor saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS), gratifikasi kepada pemilih dalam bentuk barang, uang, janji, atau beli suara (sumbangan natura, serangan fajar), dan biaya penyelesaian hukum konflik kemenangan pilkada (tentatif).
Sebelumnya, saat membuka kegiatan, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Kalsel Rudy Resnawan meminta agar pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020 dapat berlangsung dengan baik dan berintegritas. Rudy tak berharap munculnya kepala daerah terpilih yang menjadi tawanan kepentingan di luar hajat masyarakat yang dipimpinnya.
“Siapa pun yang terpilih semoga dapat melalui proses pilkada yang berintegritas, sehingga kepala daerah yang terpilih tidak tersandera oleh kepentingan apa pun,” tandas Rudy.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (litbang) Kementerian Dalam Negeri, Sugeng Hariyono, mewakili Menteri Dalam Negeri, menggarisbawahi keharusan ASN untuk bersikap netral dalam pilkada, di mana hal ini telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 (lima) menteri dan pimpinan lembaga.
“SKB lima menteri dan pimpinan lembaga menegaskan ASN harus netral. ASN tunduk kepada sistem. SKB diteken oleh Ketua Bawaslu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara, dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara. SKB bertujuan menciptakan pelaksanaan pilkada 2020 yang netral, obyektif, dan akuntabel, terkait netralitas ASN,” ucap Sugeng.
Lalu, Pelaksana Harian (Plh) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Ilham Saputra kembali meminta seluruh cakada dan pemilih bersama-sama mewujudkan pilkada berintegritas. KPU, ujarnya, selalu mendorong peserta pilkada menandatangani pakta integritas, di mana KPU telah pula membangun aplikasi Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam) untuk transparansi informasi keluar-masuk dana kampanye cakada.
Di sisi lain, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar menegaskan tiga hal. Satu, sejumlah kampanye masih melanggar protokol kesehatan. Dua, cakada harus jujur melaporkan dana kampanye. Ketidakjelasan data berdampak pada pencalonan cakada. Tiga, politik uang. Pasal 73 UU Pilkada, katanya, telah mengatur tata cara politik uang yang memiliki konsekuensi sanksi pidana dan diskualifikasi pencalonan.
Agenda pembekalan bagi cakada di empat wilayah provinsi ini merupakan yang kedua setelah pelaksanaan pertama kali sebagai pembuka program, yaitu pada 30 September 2020. Dengan begitu, kegiatan ini telah berlangsung di 18 wilayah, yakni Provinsi Bangka Belitung, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Banten, kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kepulauan Riau, Lampung, Kalimantan Timur (Kaltim), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) atau Harta Kekayaan cakada dapat diunduh melalui https://elhkpn.kpk.go.id. Selain itu, jika cakada adalah seorang petahana, publik juga bisa mengecek komitmen antikorupsinya dalam bentuk capaian kinerjanya selama menjabat dalam membangun tata kelola pemerintahan di wilayahnya. Publik dapat mengakses informasinya melalui https://jaga.id/jendela-daerah/.