DPN PERKASALaporan Jurnalis : Hendricko Sihombing
Bekasi,posberitanasional –Asosiasi Pertukangan Nasional yang bertujuan menjadikan tukang bangunan yang profesional dan mempunyai kehidupan yang layak dengan mengacu kepada Undang – Undang No.2 tentang Jasa Konstruksi dengan Landasan hukum Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,salah satu klosul yang ada didalamnya adalah Sertifikasi Tukang Bangunan,diwajibkan para kontraktor untuk menggunakan tukang yg sudah tersertifikasi untuk semua bidang pekerjaannya.
Lembaga Sertifikasi Profesi DPN PERKASA dapat memberikan Sertifikasi untuk para tukang,untuk para kontraktor bisa dapat mensertifikasi tukangnya,dalam hal ini peran serta pihak pemerintah provinsi,kota/kabupaten diharapkan dapat bersinergi untuk dapat membantu mensosialisasikan UU no.2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Januari 2017.
Dibawah ini beberapa penjabaran terkait UU no.2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Selanjutnya Undang-Undang ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang memuat penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan. Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi, sedangkan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan. Pentingnya pemenuhan standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan Konstruksi oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dimaksudkan untuk mencegah terjadinya Kegagalan Bangunan.
Penguatan sumber daya manusia Jasa Konstruksi dalam rangka menghadapi persaingan global membutuhkan penguatan secara regulasi. Undang-Undang ini mengatur mengenai klasifikasi dan kualifikasi; pelatihan tenaga kerja konstruksi; sertifikasi kompetensi kerja; registrasi pengalaman profesional; upah tenaga kerja konstruksi; dan pengaturan tenaga kerja konstruksi asing serta tanggung jawab profesi.
Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan yang mencakup penetapan kebijakan, penyelenggaran kebijakan, pemantauan dan evaluasi, serta penyelenggaraan pemberdayaan terhadap Pemerintah Daerah. Selain itu diatur tentang pendanaan, pelaporan, dan pengawasannya. Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dibentuk suatu sistem informasi Jasa Konstruksi yang terintegrasi dan dikelola oleh Pemerintah Pusat.
Untuk mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat dapat mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi dalam menyelenggarakan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri, yang unsur- unsurnya ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Dalam hal terjadi sengketa antar para pihak, Undang-Undang ini mengedepankan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Terhadap pelanggaran administratif dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, sedangkan untuk menghindari kekosongan hukum Undang-Undang ini mengatur bahwa lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tetap menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi terhadap badan usaha dan tenaga kerja konstruksi sampai terbentuknya lembaga yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Sertifikat Badan Usaha adalah tanda bukti pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi termasuk hasil penyetaraan kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi asing.
Sertifikasi Kompetensi Kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional, dan/atau standar khusus.
Sertifikat Kompetensi Kerja adalah tanda bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi.
Tanda Daftar Usaha Perseorangan adalah izin yang diberikan kepada usaha orang perseorangan untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi.
Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi.
Struktur usaha Jasa Konstruksi meliputi:
Jenis, Sifat, Klasifikasi, dan Layanan Usaha
Pasal 12
Jenis usaha Jasa Konstruksi meliputi:
usaha jasa Konsultansi Konstruksi;
usaha Pekerjaan Konstruksi; dan
usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi.
Pasal 13
Sifat usaha jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi:
umum; dan
spesialis.
Klasifikasi usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:
arsitektur;
rekayasa;
rekayasa terpadu; dan
arsitektur lanskap dan perencanaan wilayah.
Klasifikasi usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
konsultansi ilmiah dan teknis; dan
pengujian dan analisis teknis.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
pengkajian;
perencanaan;
perancangan;
pengawasan; dan/atau
manajemen penyelenggaraan konstruksi.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
survei;
pengujian teknis; dan/atau
analisis.
Pasal 14
Sifat usaha Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:
umum ; dan
spesialis.
Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
bangunan gedung; dan
bangunan sipil.
Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
instalasi;
konstruksi khusus;
konstruksi prapabrikasi;
penyelesaian bangunan; dan
penyewaan peralatan.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
pembangunan;
pemeliharaan;
pembongkaran; dan/atau
pembangunan kembali.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pekerjaan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lainnya.
Pasal 15
Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c meliputi:
bangunan gedung; dan
bangunan sipil.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
rancang bangun; dan
perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.
Pasal 16
Perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 dilakukan dengan memperhatikan perubahan klasifikasi produk konstruksi yang berlaku secara internasional dan perkembangan layanan usaha Jasa Konstruksi.
Pasal 17
Kegiatan usaha Jasa Konstruksi didukung dengan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi.
Sumber daya konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan berasal dari produksi dalam negeri.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, sifat, klasifikasi, layanan usaha, perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha, dan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bentuk dan Kualifikasi Usaha
Pasal 20
Usaha Jasa Konstruksi berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
Pasal 20
Kualifikasi usaha bagi badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 terdiri atas:
kecil;
menengah; dan
besar.
Penetapan kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penilaian terhadap:
penjualan tahunan;
kemampuan keuangan;
ketersediaan tenaga kerja konstruksi; dan
kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi.
Kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan batasan kemampuan usaha dan segmentasi pasar usaha Jasa Konstruksi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.