Oleh: Ibarahim Wapimred Posberitanasional
Keselamatan penerbangan adalah aspek yang tidak bisa ditawar. Namun, insiden yang dialami oleh penumpang Sriwijaya Air SJ 073 pada Jumat, 23 Agustus 2024 memperlihatkan adanya celah dalam pengawasan dan pemeliharaan pesawat yang seharusnya dijalankan dengan ketat. Ketika seorang penumpang melihat skrup yang longgar atau bahkan terlepas dari sayap pesawat, hal ini bukan hanya menjadi sebuah kekhawatiran pribadi, tetapi juga masalah serius yang melibatkan keselamatan publik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, keamanan dan keselamatan penerbangan merupakan tanggung jawab yang harus dipatuhi oleh setiap maskapai. Pasal 44 UU No. 1 Tahun 2009 menyebutkan bahwa setiap perusahaan penerbangan wajib menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penumpang selama dalam perjalanan udara. Kegagalan dalam menjalankan tanggung jawab ini dapat dianggap sebagai pelanggaran serius yang bisa berakibat pada sanksi administratif atau pidana.
Selain itu, Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2009 menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam kegiatan penerbangan harus memiliki kompetensi dan sertifikasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, termasuk para teknisi yang bertanggung jawab terhadap pengecekan dan pemeliharaan pesawat. Bila terjadi kelalaian dalam pemeliharaan pesawat yang menyebabkan ancaman keselamatan penerbangan, maka mereka yang bertanggung jawab dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 308 UU Penerbangan juga memberikan ancaman pidana bagi mereka yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan gangguan terhadap keselamatan penerbangan, yang mana bisa dikenai hukuman pidana penjara hingga 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 1,5 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa negara sangat serius dalam menegakkan standar keselamatan penerbangan, mengingat konsekuensi fatal yang bisa terjadi bila standar ini dilanggar.
Pernyataan pihak maskapai yang menyebutkan bahwa pengecekan teknis selalu dilakukan sebelum penerbangan tentu harus diteliti lebih jauh. Mengingat temuan skrup yang longgar, publik dan otoritas penerbangan berhak untuk mempertanyakan apakah pengecekan tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2009. Jika memang ada pelanggaran terhadap prosedur keselamatan, maka sanksi tegas harus diberikan untuk menjaga integritas dan keamanan penerbangan di Indonesia.
**Menjaga Keamanan Penerbangan, Tanggung Jawab yang Harus Dipenuhi**
Setiap kali kita naik pesawat, kita secara tidak langsung menaruh kepercayaan penuh kepada maskapai dan otoritas penerbangan bahwa perjalanan kita akan aman. Namun, apa yang terjadi jika kepercayaan ini terguncang? Sebuah insiden baru-baru ini dengan Sriwijaya Air SJ 073 menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana keamanan dan keselamatan penerbangan dijamin di Indonesia.
Seorang penumpang yang duduk di kursi 9F, tepat di sebelah kanan sayap pesawat, menemukan skrup yang longgar dan beberapa bahkan sudah terlepas. Ini adalah temuan yang sangat mengkhawatirkan, mengingat bahwa setiap komponen pesawat, sekecil apapun, memiliki peran krusial dalam menjaga keselamatan penerbangan.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, setiap maskapai memiliki kewajiban hukum untuk memastikan bahwa setiap aspek operasional mereka memenuhi standar keselamatan yang ketat. Pasal 44 UU ini mewajibkan maskapai untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang, sebuah tanggung jawab yang tidak boleh dilalaikan.
Jika kita melihat lebih dalam, Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2009 menegaskan bahwa semua pihak yang terlibat dalam operasi penerbangan harus memiliki kompetensi dan sertifikasi yang sesuai. Artinya, setiap teknisi yang bertugas memeriksa pesawat sebelum penerbangan harus menjalankan tugas mereka dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Kegagalan dalam melaksanakan tugas ini, seperti yang terlihat dari temuan skrup yang longgar, dapat berakibat fatal dan dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Dalam kasus ini, Pasal 308 UU Penerbangan memberikan ancaman hukuman yang berat bagi mereka yang terbukti lalai sehingga membahayakan keselamatan penerbangan. Ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 1,5 miliar bukan hanya sekedar peringatan, tetapi bukti bahwa keselamatan penerbangan adalah prioritas yang harus ditegakkan dengan serius.
Apa yang bisa kita pelajari dari kejadian ini? Sebagai penumpang, kita harus tetap waspada dan tidak ragu untuk melaporkan hal-hal yang mencurigakan. Sementara itu, maskapai harus memastikan bahwa setiap pesawat yang mereka operasikan benar-benar dalam kondisi aman. Kita semua berharap bahwa insiden ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa keselamatan dalam penerbangan adalah tanggung jawab bersama yang tidak bisa diabaikan.
Semoga ini menjadi antensi dan perhatian serius “SAFETY” untuk Maskapai SRIWIJAYA AIR SJ 073 khususnya dan umumnya Maskapai lainya