Puri Kauhan Ubud ; Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Parama Kawi

Bali – Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Parama Kawi, lima Project Film Pendek telah terpilih sebagai pemenang dalam kompetisi ide cerita film pendek Purwa Carita Campuhan yang digagas oleh @purikauhanubud dan bekerjasama dengan @minikinoevents.

Kelima project ini telah berhasil melalui kurasi awal oleh Dewan Juri @happysalma, @robinavicula, dan Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Prov. Bali @maja_hastat_nayaka dan juga Dewan Juri Akhir @tjokibah, @odeckariawan dan @garinfilm

Matur suksma dan apresiasi setinggi-tingginya untuk para peserta yang berpartisipasi pada ajang ini. Dengan banyak sekali ide-ide cerita film pendek yang luar biasa menarik, dengan mengambil inspirasi cerita rakyat Bali dan keterkaitan dengan tema ekologi dan pelestarian alam-lingkungan Bali.

Para peserta juga melewati beberapa pelatihan dalam 2 bulan ini, mulai dari pelatihan tentang cerita rakyat, sampai pelatihan pengembangan ide cerita film dan pembuatan proposal. Dengan bimbingan dari para narasumber yg sangat kompeten: Mas Rucitadewi, Sutradara film @pritagitaarianegara @angginoen dan producer @alzaidy @johnbadalu

Untuk kelima project terpilih, Yayasan Puri Kauhan Ubud memberikan apresiasi dan dukungan pendanaan untuk produksi film pendek masing-masing sebesar Rp25 juta dan pendampingan produksi.

Program Purwa Carita Campuhan ini mendapatkan dukungan dari para sponsor: Pupuk Kaltim, Telkom Indonesia dan Indihome.( Gus Wedha)

Selamat kepada lima project film terpilih!

#PurwaCaritaCampuhan #PuriKauhanUbud #Minikino
https://www.instagram.com/p/CkZfrm1yLYD/?igshid=MDJmNzVkMj

Polisi Juga Manusia Punya Martabat

Laporan Jurnalis : Parlindungan Sidabutar

Nabire – Sekelumit permasalahan di tubuh kepolisian sangat membutuhkan penyelesaian yang dramatis dan harus segera diselesaikan.

Soroton yang mencolok tentang sebuah drama pembunuhan seorang anggota kepolisian yang dilakukan oleh perwira kepolisian di rumah petinggi kepolisian hanyalah jejak panjang menoreh dan mengobok obok intstusi kepolisian.

Seolah olah Marwah dari Institusi kepolisian tercorengi oleh oknum oknum yang haus akan harta dan jabatan. mereka yang mempunyai kekuasaan yang dapat kesempatan dan jabatan untuk mengembangkan karir mereka yang cemerlang.

Perlu di ingat polisi juga manusia yang punya martabat ,Mereka punya rasa,dan  punya hati. Saat muncul ketidakadilan, hal ini akan sangat membekas dan membuat mereka tidak bisa bekerja secara profesional, sebagaimana tuntutan untuk profesinya. Terjadilah perpecahan ditubuh kepolisian yang semakin kian merekah .

Untuk segera mengambil langkah mengembalikan kepercayaan terhadap kepolisian yang berada pada titik terendah, Jendral Listyo Sigit  ( KAPOLRI ) dengan sigap bertindak  menyelamatkan nasib lembaganya dan siap membuka seluruh proses yang ditutup-tutupi selama ini. Tidak perlu super Hero  untuk menyelesaikan sengkarut ini, cukup manusia biasa saja yang mempunyai martabat.

Polri sebagai institusi penegak hukum yang mengedepankan profesional dalam melaksanakan tugasnya, di samping itu juga memiliki komitmen dan disiplin yang kuat agar terhindar dari perilaku tercela yang dapat menjatuhkan wibawa dan martabat institusi Polri.

Dengan komitmen, konsistensi, dan independensi Polri. Masyarakat sudah seharusnya mengapresiasi Polri dan memberikan kepercayaan dan dukungan penuhnya.

Dimana Jendral Listyo Sigit  ( KAPOLRI ) telah Memperlihatkan  ketegasan, konsistensi, dan profesionalitas Polri, bahwa marwah Polri tetap terjaga dan akan selalu dekat dengan masyarakat.

Bahkan jika diukur dengan standart umum menejemen profesional, Polripun sudah bisa dianggap sangat memenuhi kreteria tersebut,The legalistic abusive officer, menyadari perannya sebagai penjaga pelindung masyarakat serta nilai-nilai yang ada dengan menjalankan tugasnya tanpa sebuah pretensi dan hanya menjalankan hukum disamping penegakan hukum juga berusaha membantu masyarakat dan memecahkan persoalan. (*)

 

 

KUKENALKAN NILAI-NILAI PANCASILA ITU SEBAGAI PERWUJUDAN PENENGAH DARI PERDAMAIAN DUNIA

SAAT ITU KUKENALKAN NILAI-NILAI PANCASILA ITU SEBAGAI PERWUJUDAN PENENGAH DARI PERDAMAIAN DUNIA YANG MENJUNJUNG TINGGI NILAI KEMANUSIAAN DAN MENJUNJUNG TINGGI AMANAH KEPERCAYAAN DARI PARA PEJUANG SEBELUMKU

Dari PANCASILAku aku bersikap di hadapan pemimpin-pemimpin negara dan bangsa-bangsa saat itu dan ku lantang katakan inilah jati diriku
Dari intelektualku aku masih harus belajar dari kearifan lokal adat dan budayaku yang kubawa kemanapun sampai ke negara-negara diluar sana saat itu, dari situlah budaya, adat dan kearifan lokal itu dan nilai-nilai luhur Pancasila itu menjadi penengah dari keputusan-keputusan yang melampaui intelektual dan nalarku, dan merasa kagum pemimpin-pemimpin bangsa saat itu.

Andai setelah masaku, budaya, adat dan nilai-nilai Pancasila itu tak menjadikan darah daging dan nyawa di setiap detak jantung yang dikuatkan oleh imanku ( agama ) maka penerusku adalah nafas tanpa iman yang didasari oleh adat budaya dan nilai-nilai Pancasila itu.

Jadi, penerusku akan ikut-ikutan dan menjadi benalu diantara pemimpin-pemimpin negara itu ( tidak mempunyai pendirian ), kau kagum dengan karakter dan budaya mereka dan tak bersikap sepertiku dan tak mungkin menjadi negara yang seperti ini saat itu

Kendalikan penerusku dan teruskan langkahku..

#PresidenJokowi
#PanglimaTNI
#KapolriListyoSigitPrabowo
#Kemenkopolhukam
#Kemendagri
#LahirkuDariAdatDanBudayakuPancasilaSebagaiJatiDiriku

narasi redaksi

Bahaya Kehamilan Di Usia Remaja, Beresiko Melahirkan Anak STUNTING

Menikah di usia muda ternyata dapat menyumbang penambahan angka kelahiran anak STUNTING. Indonesia sendiri, merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Angka prevalensi stunting di Indonesia sudah berangsur-angsur turun, dari 30,8 persen pada 2018 menjadi 24,4 persen pada 2022 berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia.

Usia remaja adalah usia dimana tubuh dalam masa perkembangan dan pertumbuhan. Dimana alat alat reproduksinya remaja juga baru berprosen bertumbuh dan berkembang. Penyebab masalah gangguan pertumbuhan pada anak ini multifaktor, salah satunya pernikahan dini di usia remaja Ketidaksiapan secara fisik dan mental pada ibu yang hamil pada usia muda mengakibatkan berbagai tantangan selama proses kehamilan hingga melahirkan.

Pendekatan keagamaan kepada remaja perlu ditingkatkan melalui forum-forum lembaga Dakwah dan Taman Baca Al-quran …

Dalam jangka panjang, terbatasnya pengetahuan ibu tentang pentingnya persiapan gizi pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan juga meningkatkan berbagai risiko kesehatan pada anaknya, termasuk stunting.

Data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukan bahwa angka kematian neonatal, postnatal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada usia 20-39 tahun. x.

Dengan risiko yang cukup besar ini, maka tidak heran jika remaja diminta menunda kehamilan hingga usianya cukup. Usia pernikahan ideal, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), untuk perempuan adalah 21 tahun dan untuk laki-laki adalah 25 tahun.

Kegiatan PIK Remaja menjadi upaya pencegahan pernikahan anak melalui Konselor Sebaya..

Namun pada kenyataannya, pernikahan di bawah usia tersebut, atau pernikahan dini, masih umum terjadi di Indonesia.
Pergaulan Bebas menjadi salah satu alasan mengapa remaja di Indonesia menikah diusia yang masih sangat muda.
Aspek budaya dan ekonomi adalah beberapa alasan yang mendorong seseorang menikah dini.

Sejak 2001, UNICEF telah mengklasifikasikan praktik pernikahan dini atau pernikahan anak sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Isu yang ditekankan adalah tentang status kesehatan dan dampak ekonomi pernikahan dini bagi seseorang, khususnya perempuan.
Karena menjalani kehamilan di usia remaja memiliki berbagai risiko seperti berikut ini:
Keguguran
Organ reproduksi di usia remaja memang sudah berfungsi, namun kematangannya belum sempurna.

Ini yang menyebabkan kehamilan di usia remaja rentan mengalami keguguran.
Anemia
Kehamilan pada usia remaja memiliki risiko tinggi untuk terkena gangguan anemia kronis. Terbaginya kebutuhan zat besi untuk diri sendiri dan bayi bisa menyebabkan remaja putri mengalami lemas bahkan pingsan.

Kejadian anemia saat hamil dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur dan penderita kesulitan dalam proses melahirkan. Pada tingkat yang sudah parah, anemia saat kehamilan akan memengaruhi pertumbuhan bayi dalam kandungan.
Bayi prematur dan berat badan lahir rendah
Belum adanya pengetahuan tentang pentingnya kebutuhan nutrisi di 1.000 hari pertama kehidupan, terkadang membuat calon ibu mengalami kurang gizi selama kehamilan dan melahirkan prematur.

Bayi yang lahir prematur umumnya memiliki berat badan lahir rendah. Fakta dari International Journal of Epidemiology mengungkapkan ibu yang berusia 10-19 tahun memiliki risiko 14% lebih tinggi melahirkan bayi berat badan lahir rendah dibandingkan ibu usia 20-24 tahun.

Pemberian contoh remaja berprestasi perlu disampaikan dengan penekanan raih prestasi dulu baru kemudian menikah…

Stunting
Kebutuhan gizi anak dimulai sejak 1.000 hari pertama kehidupan atau saat kehamilan hingga usia 2 tahun. Kehamilan remaja dapat menyebabkan bayi lahir dengan risiko stunting lebih tinggi karena umumnya remaja belum memperoleh edukasi secara menyeluruh mengenai kehamilan dan perawatan gizi bayi.
Gangguan pada vagina
Dampak kehamilan lainnya di usia remaja adalah kerusakan di area serviks dan sekitarnya. Memang beberapa ibu di atas usia 20 tahun juga mengalami luka robek vagina saat melahirkan.

Namun, yang membedakan fungsi organnya sudah maksimal, sehingga kemungkinan sembuh akan lebih cepat dan optimal.
Depresi
Remaja yang hamil juga bisa mengalami depresi akut. Depresi ini muncul pasca-persalinan dalam bentuk baby blues, postpartum depression, dan gangguan lainnya.

Kemungkinan depresi akan lebih tinggi jika kehamilan remaja dipicu oleh seks pranikah karena secara mental yang bersangkutan belum siap menjadi ibu.

Hipertensi
Kehamilan di usia remaja juga berisiko preeklampsia (komplikasi kehamilan) yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, adanya protein yang larut dalam urine, dan tanda kerusakan organ lainnya. Pengobatan harus segera dilakukan untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah komplikasi, namun hal ini juga dapat mengganggu pertumbuhan bayi dalam kandungan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih mungkin mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Kehamilan remaja juga sering menyebabkan anak perempuan putus sekolah sehingga tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi dan memengaruhi kesempatan kerja mereka di masa depan.
Remaja yang hamil tercatat berisiko dua kali lebih mungkin mengalami depresi pasca-melahirkan dibandingkan ibu-ibu hamil yang sudah dewasa.

Depresi pasca-melahirkan memiliki gejala lebih parah dari baby blues, seperti ibu enggan melakukan aktivitas sehari-hari, sedih terus-menerus, khawatir berlebihan, menangis secara berlebihan, dan sebagainya. Gejala baby blues bisa hilang setelah beberapa minggu, namun gejala depresi bisa berlangsung lama, bila tidak segera diatasi.

Itulah macam-macam dampak buruk pernikahan dini bagi remaja. Semoga bisa menjadi pertimbangan buat remaja yang hendak menikah sebelum usia 21 tahun, ya. Karena pernikahan tak hanya butuh cinta, tetapi juga perlu dipersiapkan dan direncanakan dengan matang, baik secara fisik, mental, dan finansial.

Sebagai calon pengantin, tentunya harus menyiapkan diri juga sebagai calon ibu. Berpeganglah prinsip bahwa anak yang sehat lahir dari ibu yang sehat. Ini artinya calon pengantin dan pasangan harus mempersiapkan kesehatan prima sebelum memasuki kehamilan nanti.
Penyebab utama stunting adalah asupan gizi yang kurang secara kronis terus menerus dan jangka panjang, (ibunya) sering sakit-sakitan, dan (pola) asuhannya tidak baik. Ibu hamil yang tidak sehat, anemia, kekurangan vitamin D, kekurangan asam folat itu peluang anaknya stunting jadi lebih besar.

Masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1.000 HPK), yang begitu krusial menentukan masa depan anak, dimulai sejak proses pembuahan dalam kehamilan. Perkembangan fisik dan kognitif pada masa 1.000 HPK terjadi begitu pesat. Ini yang membuat 1.000 HPK bisa menjadi kesempatan untuk mewujudkan masa depan anak yang sehat dan cerah serta bebas stunting.

Kasus perceraian juga banyak dialami oleh mereka yang menikah muda, atau di bawah usia 20 tahun. Seperti halnya di Kabupaten Temanggung, tercatat banyak angka kasus perceraian yang pemohonnya masih dalam kategori usia muda atau produktif, bahkan ada yang berusia di bawah 20 tahun.
Di sisi lain, usia legal menikah di Indonesia berdasarkan Undang Undang no 16 tahun 2019 tentang Perkawinan untuk perempuan adalah 19 tahun. Dapat dikatakan, batas usia minimal untuk laki-laki dan perempuan jika berdasarkan peraturan pemerintah sama-sama 19 tahun.

Pernikahan wanita yang masih usia remaja atau berusia kurang dari 17 tahun sebaiknya memang dilarang. Hal ini karena pernikahan usia dini memicu tingginya angka kematian ibu selain itu
Hal ini karena remaja merupakan kelompok yang memiliki andil besar dalam menghasilkan keturunan di masa depan. Dengan adanya edukasi mengenai konsep berkeluarga serta anak-anak, remaja diharapkan dapat menjadi orangtua yang memiliki keturunan sehat dan anti stunting.
Stunting pada remaja terjadi karena masalah gizi saat balita atau pra-sekolah. Malnutrisi yang terjadi pada masa balita yang mengindikasikan stunting, akan berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan remaja terhambat.

Salah satu langkah awal cegah stunting adalah memastikan kebutuhan nutrisi harian terpenuhi. Tidak salah untuk diet, asalkan diet yang benar. Pada dasarnya, diet bukan tidak makan, tapi mengatur pola makan. Untuk itu agar langsing, namun sehat, remaja harus tetap konsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang.

Penulis Artikel : Muslatifah

(Penulis adalah Penyuluh KB Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung.)

Editor : Redaksi

Siapa Siti Latifah Herawati, Adalah Sosok Tokoh Pers Kebanggan Indonesia

Laporan Redaksi

Siapakah tokoh yang menjadi inspirasi Jurnalis kali ini ? Yuk kita peringati hari lahirnya Ibu Siti Latifah Herawati yang ke-105 tahun.

Profil Ibu Latifah

Ibu Latifah memiliki nama lengkap Siti Latifah Herawati Diah.

Ibu Siti Latifah Herawati Diah lahir tanggal 3 April 1917.

Ibu Latifah dikenal sebagai jurnalis dan tokoh pers perpuan sekaligus istri mantan Menteri Penerangan, Burhanuddin Mohammad Diah (B.M. Diah).

Siti Latifah Herawati Diah lahir dari pasangan Raden Latip, seorang dokter yang bekerja di Billiton Maatschappij, dan Siti Alimah.

Ibu Latifah menyelesaikan pendidikan tinggi di Europeesche Lagere School (ELS) di Salemba, Jakarta.

Setelah itu, Ibu Latifah melanjutkan sekolahnya ke Jepang di American High School di Tokyo.

Atas dorongan sang ibu, Ibu Latifah berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar sosiologi di Barnard College yang di bawah naungan Universitas Columbia, New York.

Ibu Latifah berhasil menamatkan pendidikannya di perguruan tinggi dengan lulus pada tahun 1941.

Hebatnya, Ibu Latifah menorehkan sejarah sebagai wanita Indonesia pertama yang berhasil mendapat ijazah dari perguruan tinggi di Amerika Serikat, lo!

Tokoh Pers yang Menginspirasi

Setelah pendidikannya selesai, Ibu Latifah pulang ke Indonesia pada tahun 1942 dan kemudian bekerja sebagai wartawan lepas kantor berita United Press International (UPI).

Kemudian Bu Latifah bergabung sebagai penyiar di radio Hosokyoku selama penjajahan Jepang.

Setelah itu, Bu Latifah menikah dengan Bapak Burhanuddin Mohammad Diah, yang saat itu bekerja di koran Asia Raja.

Sejak saat itu, Bu Latifah aktif menulis sebagai insan pers (wartawan). Tulisan Bu Latifah berani menyuarakan perjuangan rakyat di masa penjajahan.

Oleh sebab itu, Bu Latifah menjadi salah satu tokoh pers wanita Indonesia yang sangat menginspirasi rakyat.

Bersama dengan rekannya, Debra H. Yatim, Bu Latifah sempat menulis buku ‘Kembara Tiada Akhir’ pada tahun 1993.

Ibu Latifah juga memiliki buku biografi berjudul ‘An Endless Journey’ atau ‘Perjalanan Tiada Akhir’.

Menginjak usia senja, Bu Latifah masih aktif menekuni hobinya bermain bridge dua kali seminggu. Bridge adalah merupakan salah satu bentuk olahraga permainan yang mempergunakan kartu serta menggunakan strategi dan taktik yang istimewa dalam memainkannya.

Menurutnya, dengan bermain bridge, kemampuan otak akan terus terasah dan mencegah kepikunan.

Bu Latifah meninggal pada tanggal 30 September 2016 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, di usia 99 tahun.

Bu Latifah pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, tepat di samping makam suaminya, Bapak Burhanuddin Mohammad Diah.

Teman-teman, itulah profil singkat Bu Siti Latifah Herawati Diah yang merupakan sosok inspiratif bangsa Indonesia. ( sumber BB)

 

 

PENERAPAN TERAPI PSIKORELIGIUS DZIKIR PADA PASIEN SKIZOFRENIA

OLEH : Ns.TAJUDIN, S.Kep.,M.M
( Dosen Jurusan Keprawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang / Ketua DPD PPNI Kota Pangkalpinang )

“ Dengan berdzikir, hati seseorang akan lebih tentram. Penerapan terapi religius dzikir dapat menurunkan gejala psikiatrik.mencegah dan melindungi dari penyakit kejiwaan, mengurangi penderitaan, meningkatkan proses adaptasi mengontrol suara suara yang tidak nyata “

Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak pada nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Disisi lain tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress tersebut (Zelika & Dermawan, 2015). Individu yang tidak dapat menghadapi stressor yang ada pada diri sendiri maupun pada lingkungan sekitarnya dan tidak mampu mengendalikan diri termasuk dalam individu yang mengalami gangguan jiwa (Nasir & Muhith 2011,h 2).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa satu hingga dua orang per 1.000 penduduk. Diperkirakan sekitar empat ratus ribu orang yang mengalami skizofrenia. Dari jumlah tersebut sekitar lima puluh tujuh ribu orang pernah atau sedang dipasung. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 80% pasien yang dirawat dengan gangguan skizofrenia yaitu 25% pasien skizofrenia dapat sembuh, 25% dapat mandiri, 25% membutuhkan bantuan, dan 25% kondisi berat ( Rahmawati, 2014).

Skizofrenia adalah gangguan yang berlangsung selama minimal enam bulan dan mencakup setidaknya satu bulan gejala fase aktif. Sementara itu gangguan skizofrenia dikarakteristikan dengan gejala positif (delusi dan halusinasi), gejala negatif (apatis, menarik diri, penurunan daya pikir, dan penurunan afek), dan gangguan kognitif (memori, perhatian, pemecahan masalah, dan sosial) (Hendarsyah, 2016).

Terapi modalitas adalah terapi kombinasi dalam keperawatan jiwa antara berbagai disiplin ilmu baik psikologi, kedokteran jiwa, dan keperawatan jiwa dimana perawat jiwa memberikan praktik lanjutan untuk menatalaksanakan terapi yang digunakan oleh pasien gangguan jiwa (Videbeck, 2008).

Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain terapi individu, terapi lingkungan, terapi biologis atau terapi somatic, terspi kognitif, terapi keluarga, terapi perilaku, terapi bermain, terapi spiritual (Yosep, 2008).

Terapi spiritual atau terapi religious yang antara lain Dzikir, apabila dilafalkan secara baik dan benar dapat membuat hati menjadi tenang dan rileks. Terapi dzikir juga dapat diterapkan pada pasien resiko perilaku kekerasan, karena ketika pasien melakukan terapi dzikir dengan tekun dan memusatkan perhatian yang sempurna (Khusu’) dapat memberikan dampak saat tanda gejala muncul pasien bisa menghilangkan rasa marah atau jengkel dan lebih dapat menyibukkan diri dengan melakukan terapi dzikir (Endah, 2013).

Penerapan terapi psikoreligius Dzikir masih belum terlaksana dengan optimal dan terapi komplementer masih terfokus pada kegiatan terapi aktifitas kelompok (TAK), sementara terapi keagamaan (pengajian umum) dilaksanakan pada setiap hari jumat di ruang rehabilitasi.

Penelitian wahyu CH (2014) tentang Pengaruh Terapi Religius Dzikir terhadap Kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi di RSJD Dr. amino Gondohutomo Semarang dengan Hasil analisis bivariat dengan uji wilcoxon menunjukkan ada pengaruh terapi religius zikir terhadap peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran diperoleh nilai p-value = 0,000, karena nilai p<α (0,05) sehingga dapat disimpulkan terapi religius zikir berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Terapi psikoreligius berdzikir menurut bahasa berasal dari kata “dzakar” yang berarti ingat. Dzikir juga diartikan “menjaga dalam ingatan”. Jika berdzikir kepada Allah artinya menjaga ingatan agar selalu ingat kepada Allah ta’ala. Dzikir menurut syara’ adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu yang sudah ditentukan Al-Qur’an dan hadits dengan tujuan mensucikan hati dan mengagungkan allah.

Menurut ibnu abbas ra, dzikir adalah konsep, wadah, sarana agar manusia tetap terbiasa dzikir (ingat) kepada-Nya ketika berada diluar sholat. Tujuan dari dzikir adalah mengagungkan allah, mensucikan hati dan jiwa, mengagungkan Allah selaku hamba yang bersyukur, dzikir dapat menyehatkan tubuh, dapat mengobati penyakit dengan metode Ruqyah, mencegah manusia dari bahaya nafsu (Fatihuddin, 2010).

Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa pemahaman dan penafsiran yang salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat diamati dengan adanya gejala-gejala waham (delusi) keagamaan atau jalan pikiran yang patologis dengan pola sentral keagamaan. Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral keagamaan tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali ke jalan yang benar.

Di dalam ajaran agama (Islam) adanya penyakit itu dianggap sebagai suatau cobaan dan ujian keimanan seseorang, oleh karenanya orang harus bersabar dan tidak boleh berputus asa untuk berusaha mengobatinya dengan senantiasa berdoa memohon pertolongan Allah SWT. Beberapa ayat dan hadits berikut sebagai contoh sesuai dengan keyakinan agama (Islam), misalnya:
a. “Dan, sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS, 2 : 155)
b. “Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). Yaitu, mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hati mereka dan sabar atas ujian yang menimpa mereka.” (QS. 22 : 33-35)
c. “Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. 2 : 153)
d. “Dan, bila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan.” (QS. 26 : 28)
e. “Dari Abu Hurairah r.a, Nabi Muhammad saw bersabda: “Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit, gangguan menumpuk pada dirinya (karena banyaknya) kecuali Allah akan hapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
f. “Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah SWT, penyakit itu akan sembuh.” (HR. Muslim dan Ahmad)
g. “Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah SWT tidak mendatangkan penyakit kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali penyakit tua.” (HR. at Tirmidzi)
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka bagi umat yang beragama berdoa dan berdzikir (mengingat Tuhan) di kala sedang menghadapi musibah (penyakit) merupakan upaya yang amat dianjurkan guna memperoleh ketenangan dan penyembuhan penyakit.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Snyderman (1996) yang berkesimpulan, “Terapi medis tanpa dzikir, tidak lengkap. Doa dan dzikr saja tanpa terapi medis tidak efektif”( Hawari Dadang, 2017).

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN LANJUT USIA

OLEH : Ns. Tajudin, S.Kep.,M.M.,
( Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang/ Ketua DPD PPNI Kota Pangkalpinang )

“KOMUNIKASI adalah suatu ilmu dan seni penyampaian suatu pesan dari komunikator(pemilik pesan) kepada komunikan(penerima pesan), sehingga tercapai suatu pengertian bersama, sehingga dengan komunikasi dapat memperbaiki kesehatan fisik, mental dan sosial begitu juga sebaliknya “

Komunikasi dalam profesi keperawatan sangatlah penting sebab tanpa komunikasi pelayanan keperawatan sulit untuk diaplikasikan. Dalam proses asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart, G, W., dalam Suryani, 2005). Oleh karena bertujuan untuk terapi, maka komunikasi dalam keperawatan disebut komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Komunikasi terapeutik merupakan media untuk saling memberi dan menerima antar perawat dengan klien. Komunikasi terapeutik berlangsung secara verbal dan non verbal (Wahyu Purwaningsih & Ina Karlina, 2010). Hubungan perawat dan klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar yang bermakna dan pengalaman memperbaiki emosional klien.

Perawat menggunakan atribut-atribut yang ada pada dirinya dan tehnik keterampilan klinik yang khusus dalam bekerja bersama dengan klien untuk perubahan perilaku klien. (Herman Ade, 2011). Menjadi tua (Menua) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toddler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia.

Tahap berbeda ini dimulai baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013: 6). Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO), ada empat tahapan yaitu ;

1)Usia pertengahan (Middle Age) usia 45-59 tahun, 2)Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun, 3)Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun, 4)Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun. (Kushaiyadi, 2010:2).

Perubahan Akibat Proses Menua, antara lain; Perubahan Fisik dan Fungsi; Perubahan Mental, Perubahan Psikososial. Perubahan-perubahan tersebut salah satunya berdampak pada proses komunikasi yang terjadi pada lanjut usia.

Komunikasi adalah pertukaran informasi antara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain, pertukaran ide dan pikiran (Kozier & Erb, 1995.,dalam Herman Ade, 2011:85). Tenaga kesehatan khususnya perawat harus mampu memahami tehnik-tehnik dalam berkomunikasi dengan pasien lanjut usia, diharapkan komunikasi yang dibangun oleh perawat sebaiknya dapat dijadikan sebagai terapi bagi pasien, termasuk pasien lanjut usia yang lebih dikenal dengan istilah komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah proses komunikasi dengan pendekatan yang direncanakan, berfokus pada pasien dan dipimpin oleh seorang professional.

Komunikasi terapeutik mengembangkan hubungan interpersonal antara pasien dengan perawat.Komunikasi terapeutik harus menjamin kerahasiaan informasi mengenai pasien. (Northose, 1998., dalam Lalongkoe & Edison, 2014).
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat-klien. Perawat berusaha untuk mengungkapkan perasan, mengindentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Herman Ade, 2011).

Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaanya untuk mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap diri pasien (Herman Ade, 2011).

Sifat Hubungan Terapeutik, Tujuan hubungan perawat-pasien adalah (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Herman Ade, 2011:88)
1. Kesadaran diri, penerimaan diri dan meningkatkan kehormatan diri.
2. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan integritas pribadi.
3. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan, hubungan interpersonal denga kapasitas member dan menerima cinta.
4. Meningkatkan fungsi dan kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang realitis.

Untuk mencapai tujuan, perawat harus memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan, persepsi, dan pikirannya. Perawat juga harus mengidentifikasi, meningkatkan kekuatan ego klien dan mendukung hubungan dengan keluarga. Area konflik dan kecemasan diklarifikasi. Masalah yang berhubungan dengan komunikasi diperbaiki dan prilaku maladaptif dimodifikasi. Komunikasi terapeutik berbeda dengan komunikasi yang dilakukan sehari – hari pada aktivitas sosial.

Sikap Petugas/ Perawat Dalam Komunikasi Teraupetik. Sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik (Egan cit. Keliat, 1992.dalam Herman Ade, 2011:92) :
1. Berhadapan
Sikap ini menunjukkan kesiapan dalam melayani dan mendengarkan keluhan klien.
2. Mempertahankan kontak mata
Sikap ini menandakan kita menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi serta dapat dipercaya.
3. Membungkuk kearah klien
Sikap ini menunjukan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan semua apa yang dikatakan oleh klien.
4. Mempertahankan sikap terbuka
Pada saat berkomunikasi dengan klien kita jangan melipat kaki atau menyilangkan tangan. Hal ini menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu klien.
5. Tetap Rileks
Tetap bersikap tenang, meskipun pada situasi tidak menyenangkan. Perawat harus bisa mengontrol ketegangan, kecemasan dan relaksasi dalam berkomunikasi dengan klien

Prinsip – prinsip komunikasi terapeutik yang harus diterapkan agar mendapatkan atau mencapai hasil yang memuaskan yaitu dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut (Musliha & Siti, 2010) :
1. Menjadikan klien sebagai fokus yang utama dalam interaksi.
2. Mengkaji kualitas intelektual untuk menentukan pemahaman.
3. Mempergunakan sikap membuka diri hanya tujuan terapeutik.
4. Menerapkan prilaku profesional dalam mengatur hubungan terapeutik.
5. Menghindari hubungan sosial dengan klien.
6. Harus betul – betul menjaga kerahasian klien.
7. Mengimplementasikan intervensi berdasarkan teori.
8. Mengobservasi respons verbal klien melalui pernyataan klarifikasi dan hindari perubahan subjek atau topik jika perubahan ini topik bukan sesuatu yang sangat menarik bagi klien.
9. Memelihara hubungan atau interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku dan memberi nasihat klien.
Strategi Komunikasi Terapeutik.Memberikan asuhan keperawatan khususnya berada di pelayanan kesehatan sangat diperlukan adanya strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilaksanakan setiap hari. Adapun strategi yang dimaksud adalah strategi komunikasi terapeutik. Strategi tersebut dapat dilakukan oleh perawat atau bidan (Priyanto Agus, 2009).

Kesimpulannya, penerapan komunikasi terapeutik pada pasien lansia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Berpusat pada klien lansia, menghargai klien lansia sebagai individu yg unik & bebas, meningkatkan kemampuan klien lansia utk berpartisipasi aktif dlm mengambil keputusan mengenai pengobatan & perawatannya, Menghargai keluarga, kebudayaan, kepercayaan, nilai-nilai hidup dan asasi lansia, Menghargai privasi dan kerahasiaan lansia, saling percaya, menghargai dan menerima.

Gerbang Siaga Lansia

Penulis : Nurhayati,SKM.,M.Kes

Penduduk lansia di negara berkembang pada tahun 2013 sebanyak 554 juta jiwa dari 7200 juta jiwa penduduk dunia. Jumlah ini akan meningkat pada tahu 2050, yakni menjadi sekitar 1600 juta jiwa dari 9600 juta jiwa penduduk dunia (Kemkes, 2014). Indonesia termasuk dalam 5 besar negara dengan jumlah lansia terbanyak di dunia. Pada tahun 2014 jumlah penduduk lansia di Indonesia sebanyak 18.781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya kaan mencapai 36 juta jiwa (Kemkes, 2015).

Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2011, pada tahun 2000-2005 Umur Harapan Hidup (UHH) yakni 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 yakni 7,74%), angka ini meningkat pada tahun 2045-2050 yang UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 yakni 28,68%). Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan umur harapan hidup. Pada tahun 2000 umur harapan hidup di Indonesia yakni 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia yakni 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia yakni 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase lansia yakni 7,58%) (Kemenkes RI, 2012).

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18%), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%). Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34%) (BPS, 2009 dalam Kusumaningrum, 2014). Meningkatnya jumlah penduduk suatu Negara maka menyebabkan terjadinya perubahan struktur penduduk Negara tersebut. Perubahan struktur penduduk tersebut dapat mempengaruhi angka beban ketergantungan, terutama bagi penduduk lansia. Perubahan ini menyebabkan angka ketergantungan lansia menjadi meningkat. Rasio ketergantungan penduduk tua (old depencency ratio) adalah angka yang menunjukkan tingkat ketergantungan penduduk tua terhadap penduduk usia produktif, angka tersebut merupakan perbandingan antara jumlah penduduk tua (60 tahun keatas) dengan jumlah penduduk produktif (15-59 tahun).

Angka ini menunjukkan besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung penduduk produktif untuk membiayai penduduk tua (Kemenkes RI, 2012).
Setelah seseorang memasuki masa lansia umumnya akan dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology) misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, tulang makin rapuh, penglihatan memburuk, dan gerakan lambat. Hal ini menyebabkan ketergantungan lansia (old depency) sehingga dapat meningkatkan ketergantungan dan memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-sehari (Nugroho W, 2013).

Secara individu, lansia akan mengalami penurunan kemampuan aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi, berpakaian, berpindah tempat, mengontrol BAB dan BAK, toileting, mobilisasi, menaiki/ menuruni tangga. Karena perubahan fisik yang dialami lansia sehingga mengalami ketergatungan untuk memerlukan bantuan orang lain (Quinn et al, 2016).

Memasuki usia tua, secara kejiwaan individu berpotensi mengalami perubahan sifat seperti: bersifat kaku dalam berbagai hal, kehilangan minat, tidak memiliki keinginan-keinginan tertentu maupun kegemaran yang sebelumnya pernah ada (Tamher, S, 2013). Masalah psikologis juga mempengaruhi kehidupan lansia diantaranya kesepian, keterasingan dari lingkungan, kurang percaya diri, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya dukungan dari anggota keluarga, keadaan fisik lemah, dan tak berdaya, sehingga harus bergantung pada orang lain (Maryam dkk, 2014).

Kemenkes RI (2014) menyatakan hasil data SUSENAS menunjukkan bahwa angka rasio ketergantungan penduduk lansia pada tahun 2014 adalah sebesar 11,90%, angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 12 orang penduduk lansia. Namun bila dibandingkan per jenis kelamin, angka rasio ketergantungan penduduk lansia perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk lansia laki-laki (12,95% berbanding 10,86%).
Pesatnya jumlah lansia juga terjadi di Bangka Belitung. Pada tahun 2013 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung jumlah lansia sebanyak 78.809 orang. Pada tahun 2014 mengalami peningkatan yaitu 83.011 orang lansia.

Pada tahun 2015 mengalami peningkatan yaitu 84.825 orang lansia (BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2016). Peningkatan skala ketergantungan pada lansia akan mengakibatkan peningkatan beban keluarga, masyarakat, dan pemerintah, terutama terhadap kebutuhan layanan khusus yaitu kondisi kesehatan lansia yang juga akan menimbulkan beban sosial yang tinggi karena pertumbuhan lansia akan terus meningkat (Komisi Lanjut Usia, 2016). Pengkajian aktivitas sehari-hari penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan lansia, untuk menetapkan level bantuan bagi lansia tersebut untuk perencanaan perawatan jangka panjang (Maryam dkk, 2014).

Kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologi maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang (Padila, 2013).

Kemandirian pada lanjut usia dinilai dari kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Apakah mereka tanpa bantuan dapat bangun, mandi, ke WC, kerja ringan, olahraga, berpakaian rapi, membersihkan kamar, tempat tidur, mengunci pintu dan jendela, pergi ke pasar, potensi seksual dan lain-lain yang normal dilakukan dalam masa muda (Kemkes, 2014).

Lansia merupakan kelompok berisiko (population risk) terhadap terjadinya diabetes melitus. Population risk meliputi kelompok tertentu di komunitas atau masyarakat yang mengalami keterbatasan fisik, sosial, ekonomi, gaya hidup, dan kejadian hidup atau pengalaman hidup dapat sebagai penyebab terjadinya masalah kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2004).

Proses menua pada lansia dan faktor risiko lainnya akan menyebabkan terjadinya diabetes melitus. Faktor risiko terjadinya diabetes melitus pada masyarakat meliputi faktor yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi berat badan berlebih, obesitas, gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, kurang aktifitas atau gaya hidup dan merokok. Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu usia, ras, suku bangsa, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Kelompok usia yang menjadi faktor risiko diabetes adalah usia lebih dari 45 tahun (Suyono, 2013).

Walaupun kemunduran fisik pada proses penuaan berjalan secara alami dan akan dialami oleh setiap orang, tetapi sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat, tentunya harus melakukan intervensi dengan tujuan pembinaan dan pemeliharaan kesehatan pada lansia untuk meningkatkan dan memelihara kemandirian lansia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Saat ini telah dikembangkan model keperawatan yang dikenal dengan The Activity of Daily Living yang menjelaskan bahwa tugas seorang perawat adalah membantu individu dalam meningkatkan kemandiriannya.
Keterbatasan gerak merupakan penyebab utama gangguan aktivitas hidup keseharian (Activity Of Daily Living ADL) dan IADL (ADL instrumental) (Guralnik, dkk dalam Noorkasiani & Tamher, S, 2009).

Demikian pula halnya mengurangi prevalensi penyakit kronis akan mengurangi hambatan gerak. Saat ini menurut data terbaru bahwa di Amerika Serikat gangguan ADL dan IADL semakin berkurang, yaitu antara 15-20% (Clark, 1997 dalam Noorkasiani & Tamher, S, 2009). Dalam kesempatan ini pengabdi berinisiasi untuk melakukan terobosan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup bagi lansia melalui upaya-upaya Promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan berkontribusi langsung dimasyarakat melalui pengaktifan kader-kader lansia yang ada di desa atau kelurahan dalam upaya Tri Dharma Perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat dengan meengembangkan gerakan bangkit siap antar dan jaga lansia (GERBANG SIAGA LANSIA).

Target kegiatan ini adalah dalam setiap rumah yang memiliki lansia, memiliki jiwa GERBANG SIAGA. Gerbang SIAGA Lansia (Gerakan Bangkit Siap Antar dan Jaga Lansia) merupakan strategi dalam pembangunan kesehatan. Dalam Gerbang SIAGA Lansia, desa Tanjung Gunung dan Puskesmas Benteng berperan sebagai sahabat dan perawat bagi Lansia yang sedang menderita Penyakit Tidak Menular, dituntut untuk mampu menjaga kondisi lansia dari segi kesehatan agar mencapai kualitas hidup yang optimal serta mencegah timbulnya komplikasi penyakit. Gerbang SIAGA Lansia merupakan pelayanan kesehatan terintegrasi antara program Penyakit Tidak Menular, Pelayanan Lansia dan Prolanis.

Oleh karena itu dalam Gerbang SIAGA Lansia, melakukan kegiatan yaitu :
Gerbang (Gerakan Bangkit) yaitu sebuah upaya pelayanan preventif dan promotif untuk lansia melalui beberapa kegiatan, diantaranya: Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis/ Program Pengelolaan Penyakit Kronis) adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan; Senam Prolanis adalah upaya untuk meningkatkan pemeliharaan kesehatan dan meningkatkan aktifitas fisik melalui kegiatan olah raga / senam yang dilaksanakan untuk peserta program Gerbang SIAGA Lansia. Mekanisme: Terbentuknya kelompok peserta; Terlaksananya pertemuan rutin setiap bulan; Tercapainya peningkatan motivasi peserta dalam memelihara kesehatan dan mendeteksi dini penyakit; Tersedianya wadah bagi peserta sehingga peserta akan merasa mendapatkan perhatian, pendidikan dan edukasi tentang penyakitnya serta upaya pemeliharaan kesehatan pribadinya dari risiko penyakit kronis yang dideritanya secara berkesinambungan; Pemberi materi Faskes Tingkat pertama; Dibentuk Anggota Potensial (Duta Prolanis) selaku koordinator dan pendamping bagi sesama peserta Klub. Konten materi edukasi tidak harus diabetes ataupun Hipertensi agar disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan level pemahaman peserta serta lebih bervariatif tidak monoton. Pada kegiatan Gerbang ini juga diberikan pelatihan senam kaki.

Senam kaki merupakan latihan yang dilakukan bagi penderita DM atau bukan penderita untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki (Subagio, 2011). Perawat sebagai salah satu tim kesehatan, selain berperan dalam memberikan edukasi kesehatan juga dapat berperan dalam membimbing penderita DM untuk melakukan senam kaki sampai dengan penderita dapat melakukan senam kaki secara mandiri (Anggriyana & Atikah, 2010 dalam Rostika dkk, 2013).
Gerakan-gerakan senam kaki ini dapat memperlancar peredaran darah dikaki, memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot kaki dan mempermudah gerakan sendi kaki. Dengan demikian diharapkan kaki penderita diabetes dapat terawat dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes (Anneahira, 2011 dalam Rostika dkk, 2013).

SIAGA (Siap Antar Jaga) yaitu dilakukan penjemputan pasien di desa untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan Prolanis, selain itu dalam kegiatan SIAGA ini disiapkan sebuah Aplikasi Siaga lansia yang akan digunakan oleh keluarga yang memiliki lansia.Salah satu intervensinya adalah pemberian senam kaki bagi lansia.