Bahaya Kehamilan Di Usia Remaja, Beresiko Melahirkan Anak STUNTING

Menikah di usia muda ternyata dapat menyumbang penambahan angka kelahiran anak STUNTING. Indonesia sendiri, merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Angka prevalensi stunting di Indonesia sudah berangsur-angsur turun, dari 30,8 persen pada 2018 menjadi 24,4 persen pada 2022 berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia.

Usia remaja adalah usia dimana tubuh dalam masa perkembangan dan pertumbuhan. Dimana alat alat reproduksinya remaja juga baru berprosen bertumbuh dan berkembang. Penyebab masalah gangguan pertumbuhan pada anak ini multifaktor, salah satunya pernikahan dini di usia remaja Ketidaksiapan secara fisik dan mental pada ibu yang hamil pada usia muda mengakibatkan berbagai tantangan selama proses kehamilan hingga melahirkan.

Pendekatan keagamaan kepada remaja perlu ditingkatkan melalui forum-forum lembaga Dakwah dan Taman Baca Al-quran …

Dalam jangka panjang, terbatasnya pengetahuan ibu tentang pentingnya persiapan gizi pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan juga meningkatkan berbagai risiko kesehatan pada anaknya, termasuk stunting.

Data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukan bahwa angka kematian neonatal, postnatal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada usia 20-39 tahun. x.

Dengan risiko yang cukup besar ini, maka tidak heran jika remaja diminta menunda kehamilan hingga usianya cukup. Usia pernikahan ideal, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), untuk perempuan adalah 21 tahun dan untuk laki-laki adalah 25 tahun.

Kegiatan PIK Remaja menjadi upaya pencegahan pernikahan anak melalui Konselor Sebaya..

Namun pada kenyataannya, pernikahan di bawah usia tersebut, atau pernikahan dini, masih umum terjadi di Indonesia.
Pergaulan Bebas menjadi salah satu alasan mengapa remaja di Indonesia menikah diusia yang masih sangat muda.
Aspek budaya dan ekonomi adalah beberapa alasan yang mendorong seseorang menikah dini.

Sejak 2001, UNICEF telah mengklasifikasikan praktik pernikahan dini atau pernikahan anak sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Isu yang ditekankan adalah tentang status kesehatan dan dampak ekonomi pernikahan dini bagi seseorang, khususnya perempuan.
Karena menjalani kehamilan di usia remaja memiliki berbagai risiko seperti berikut ini:
Keguguran
Organ reproduksi di usia remaja memang sudah berfungsi, namun kematangannya belum sempurna.

Ini yang menyebabkan kehamilan di usia remaja rentan mengalami keguguran.
Anemia
Kehamilan pada usia remaja memiliki risiko tinggi untuk terkena gangguan anemia kronis. Terbaginya kebutuhan zat besi untuk diri sendiri dan bayi bisa menyebabkan remaja putri mengalami lemas bahkan pingsan.

Kejadian anemia saat hamil dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur dan penderita kesulitan dalam proses melahirkan. Pada tingkat yang sudah parah, anemia saat kehamilan akan memengaruhi pertumbuhan bayi dalam kandungan.
Bayi prematur dan berat badan lahir rendah
Belum adanya pengetahuan tentang pentingnya kebutuhan nutrisi di 1.000 hari pertama kehidupan, terkadang membuat calon ibu mengalami kurang gizi selama kehamilan dan melahirkan prematur.

Bayi yang lahir prematur umumnya memiliki berat badan lahir rendah. Fakta dari International Journal of Epidemiology mengungkapkan ibu yang berusia 10-19 tahun memiliki risiko 14% lebih tinggi melahirkan bayi berat badan lahir rendah dibandingkan ibu usia 20-24 tahun.

Pemberian contoh remaja berprestasi perlu disampaikan dengan penekanan raih prestasi dulu baru kemudian menikah…

Stunting
Kebutuhan gizi anak dimulai sejak 1.000 hari pertama kehidupan atau saat kehamilan hingga usia 2 tahun. Kehamilan remaja dapat menyebabkan bayi lahir dengan risiko stunting lebih tinggi karena umumnya remaja belum memperoleh edukasi secara menyeluruh mengenai kehamilan dan perawatan gizi bayi.
Gangguan pada vagina
Dampak kehamilan lainnya di usia remaja adalah kerusakan di area serviks dan sekitarnya. Memang beberapa ibu di atas usia 20 tahun juga mengalami luka robek vagina saat melahirkan.

Namun, yang membedakan fungsi organnya sudah maksimal, sehingga kemungkinan sembuh akan lebih cepat dan optimal.
Depresi
Remaja yang hamil juga bisa mengalami depresi akut. Depresi ini muncul pasca-persalinan dalam bentuk baby blues, postpartum depression, dan gangguan lainnya.

Kemungkinan depresi akan lebih tinggi jika kehamilan remaja dipicu oleh seks pranikah karena secara mental yang bersangkutan belum siap menjadi ibu.

Hipertensi
Kehamilan di usia remaja juga berisiko preeklampsia (komplikasi kehamilan) yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, adanya protein yang larut dalam urine, dan tanda kerusakan organ lainnya. Pengobatan harus segera dilakukan untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah komplikasi, namun hal ini juga dapat mengganggu pertumbuhan bayi dalam kandungan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih mungkin mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Kehamilan remaja juga sering menyebabkan anak perempuan putus sekolah sehingga tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi dan memengaruhi kesempatan kerja mereka di masa depan.
Remaja yang hamil tercatat berisiko dua kali lebih mungkin mengalami depresi pasca-melahirkan dibandingkan ibu-ibu hamil yang sudah dewasa.

Depresi pasca-melahirkan memiliki gejala lebih parah dari baby blues, seperti ibu enggan melakukan aktivitas sehari-hari, sedih terus-menerus, khawatir berlebihan, menangis secara berlebihan, dan sebagainya. Gejala baby blues bisa hilang setelah beberapa minggu, namun gejala depresi bisa berlangsung lama, bila tidak segera diatasi.

Itulah macam-macam dampak buruk pernikahan dini bagi remaja. Semoga bisa menjadi pertimbangan buat remaja yang hendak menikah sebelum usia 21 tahun, ya. Karena pernikahan tak hanya butuh cinta, tetapi juga perlu dipersiapkan dan direncanakan dengan matang, baik secara fisik, mental, dan finansial.

Sebagai calon pengantin, tentunya harus menyiapkan diri juga sebagai calon ibu. Berpeganglah prinsip bahwa anak yang sehat lahir dari ibu yang sehat. Ini artinya calon pengantin dan pasangan harus mempersiapkan kesehatan prima sebelum memasuki kehamilan nanti.
Penyebab utama stunting adalah asupan gizi yang kurang secara kronis terus menerus dan jangka panjang, (ibunya) sering sakit-sakitan, dan (pola) asuhannya tidak baik. Ibu hamil yang tidak sehat, anemia, kekurangan vitamin D, kekurangan asam folat itu peluang anaknya stunting jadi lebih besar.

Masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1.000 HPK), yang begitu krusial menentukan masa depan anak, dimulai sejak proses pembuahan dalam kehamilan. Perkembangan fisik dan kognitif pada masa 1.000 HPK terjadi begitu pesat. Ini yang membuat 1.000 HPK bisa menjadi kesempatan untuk mewujudkan masa depan anak yang sehat dan cerah serta bebas stunting.

Kasus perceraian juga banyak dialami oleh mereka yang menikah muda, atau di bawah usia 20 tahun. Seperti halnya di Kabupaten Temanggung, tercatat banyak angka kasus perceraian yang pemohonnya masih dalam kategori usia muda atau produktif, bahkan ada yang berusia di bawah 20 tahun.
Di sisi lain, usia legal menikah di Indonesia berdasarkan Undang Undang no 16 tahun 2019 tentang Perkawinan untuk perempuan adalah 19 tahun. Dapat dikatakan, batas usia minimal untuk laki-laki dan perempuan jika berdasarkan peraturan pemerintah sama-sama 19 tahun.

Pernikahan wanita yang masih usia remaja atau berusia kurang dari 17 tahun sebaiknya memang dilarang. Hal ini karena pernikahan usia dini memicu tingginya angka kematian ibu selain itu
Hal ini karena remaja merupakan kelompok yang memiliki andil besar dalam menghasilkan keturunan di masa depan. Dengan adanya edukasi mengenai konsep berkeluarga serta anak-anak, remaja diharapkan dapat menjadi orangtua yang memiliki keturunan sehat dan anti stunting.
Stunting pada remaja terjadi karena masalah gizi saat balita atau pra-sekolah. Malnutrisi yang terjadi pada masa balita yang mengindikasikan stunting, akan berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan remaja terhambat.

Salah satu langkah awal cegah stunting adalah memastikan kebutuhan nutrisi harian terpenuhi. Tidak salah untuk diet, asalkan diet yang benar. Pada dasarnya, diet bukan tidak makan, tapi mengatur pola makan. Untuk itu agar langsing, namun sehat, remaja harus tetap konsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang.

Penulis Artikel : Muslatifah

(Penulis adalah Penyuluh KB Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung.)

Editor : Redaksi