Proyek 20 Juta Hektar: Solusi Ketahanan Pangan atau Ancaman Ekologi?

Ditulis oleh : Nurmala Dewi, Shela Sri Mulyati dan Maldini

Pemerintah Indonesia tengah menggagas sebuah proyek ambisius berupa pembukaan lahan seluas 20 juta hektar untuk meningkatkan produksi pangan dan energi nasional. Langkah ini diklaim sebagai solusi strategis untuk mengatasi ancaman krisis pangan dan meningkatkan ketahanan energi Indonesia. Namun, di balik ambisi tersebut, muncul pertanyaan besar, apakah proyek ini benar-benar solusi atau justru ancaman bagi ekologi dan keberlanjutan lingkungan?

Ketahanan pangan dan energi memang menjadi isu krusial di Indonesia. Dengan populasi yang terus bertambah, permintaan pangan semakin meningkat, sementara produksi
dalam negeri sering kali mengalami kendala, mulai dari degradasi lahan hingga ketergantungan pada impor. Di sisi lain, kebutuhan energi juga terus meningkat, mendorong pemerintah untuk mencari alternatif energi baru, termasuk dari biomassa dan perkebunan energi. Dari perspektif ekonomi, proyek ini dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produksi nasional, dan mengurangi ketergantungan pada impor. Dengan pengelolaan yang baik, lahan yang dialokasikan untuk proyek ini bisa menjadi sumber utama bahan pangan dan energi berkelanjutan.

Namun, di balik potensi ekonominya, proyek 20 juta hektar ini menimbulkan
kekhawatiran serius terhadap lingkungan. Melansir dari walhi.or.id, rencana proyek 20 juta hektar ini dapat memicu terjadinya deforestasi dan kiamat ekologis jika tidak dilakukan dengan prinsip keberlanjutan. Mengutip dari tempo.com, menurut data Badan Nasional Penanggunglangan Bencana (BPBD) 90% bencana yang sering terjadi di Indonesia yaitu bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem akibat kerusakan lingkungan.

Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat kehilangan hutan tertinggi di dunia, dan ekspansi besar-besaran, ini berpotensi mengorbankan hutan alam yang memiliki fungsi ekologis vital. Selain itu, pembukaan lahan dalam skala besar dapat meningkatkan emisi karbon akibat penggundulan hutan, memperparah perubahan iklim, serta mengganggu keanekaragaman hayati. Banyak ekosistem yang berisiko terganggu, termasuk habitat satwa
langka seperti orangutan dan harimau Sumatra.

Proyek ini juga dinilai berisiko menimbulkan konflik agraria, terutama bagi masyarakat adat dan petani lokal yang telah lama bergantung pada lahan mereka. Tidak sedikit kasus di mana proyek-proyek besar justru menggusur masyarakat yang selama ini hidup dari pertanian skala kecil. Jika proyek ini tidak diiringi dengan pendekatan sosial yang adil, ketimpangan penguasaan lahan bisa semakin melebar, menguntungkan investor besar dan merugikan petani kecil.

Menurut penulis, agar proyek ini benar-benar menjadi solusi, bukan sebuah
ancaman pemerintah harus memastikan adanya regulasi yang ketat terhadap tata kelola lahan.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain :

Memprioritaskan pada Lahan
Terdegradasi, pemerintah perlu melibatkan masyarakat adat dan petani lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek, memastikan bahwa mereka tidak dirugikan dan tetap memiliki hak atas tanah mereka,perlunya pengawasan yang ketat terhadap korporasi hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya pengambilan keuntungan oleh oknum dan terakhir proyek ini harus di iringi dengan investasi dalam teknologi pertanian ramah lingkungan,
seperti agroforestri, pertanian organic, dan teknik konservasi tanah yang dapat menjaga keseimbangan pada ekosistem.

Proyek 20 juta hektar memiliki potensi besar untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi Indonesia, tetapi tanpa tata kelola yang baik, ia bisa menjadi bencana ekologis dan
sosial.

Pemerintah harus memastikan bahwa proyek ini tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang, baik dari sisi
lingkungan maupun kesejahteraan masyarakat. Apakah proyek ini akan menjadi solusi atau ancaman? Jawabannya bergantung pada bagaimana kebijakan ini diterapkan apakah mengutamakan keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan, atau justru mengorbankan ekologi demi ambisi pembangunan semata.

Referensi :
Walhi (20 Januari 2025). Proyek 20 Juta Hektar Hutan untuk Pangan dan Energi : Legalisasi  Deforestasi Picu Kiamat Ekologi. Diakses pada 26 Maret 2025, dari https://www.walhi.or.id/proyek-20-juta-hektar-hutan-untuk-pangan-dan-energilegalisasi-deforestasi-picu-kiamat-ekologi

Walhi (20 Januari 2025). Walhi: Pembukaan 20 Juta Hektar Hutan Mengancan Ekologi.  Diakses pada 26 Maret 2025, dari https://www.tempo. co/ekonomi/walhi-pembukaan-20-juta-hektare-hutan-mengancam-ekologi-1196640