Laporan Jurnalis : Baim
BANGKA BELITUNG – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana kembali melakukan ekspose dan menyetujui Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Perkara Tindak Pidana Penadahan atas nama Tersangka HELTI (41thn) BINTI HUSIN (Alm) dari Cabang Kejaksaan Negeri Belinyu yang disangkakan melanggar Pasal 480 ke(1) Kuhapidana, warga Kelurahan Air Jukung Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka.Senin (13/02/2022).
Hal ini diketahui dari keterangan tertulis dari Kepala Kejaksaan Tinggi Kep.Bangka Beltung melalui Asisten Intelijen, Johnny William Pardede, S.H.,M.H.
Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung Basuki Raharjo,SH., MH., kepada awak media ini mengatakan, Terdakwa dan saksi korban menyetujui proses perdamaian yang ditawarkan Penuntut Umum dan sepakat untuk menyelesaikan proses perdamaian tanpa syarat yang sudah tertuang di Berita Acara Perdamaian yang di saksikan oleh semua pihak,” kata Kasipenkum.
“Kesepakatan proses Restorative Justice ini sesuai dengan aturan yang berlaku yang dilanjutkan dengan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dan kelengkapan administrasi,”terang Basuki.
Saat ini terdakwa dalam tahanan kota selama 20 hari kedepan sembari menunggu persetujuan ketetapan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Para pihak tidak keberatan atas segala yang dicapai setelah upaya perdamaian dilakukan. Telah terpulihkan kerugian yang dialami saksi korban Hengki Basuki,”sebutnya.
Bahwa dari hasil ekspose penanganan perkara yang telah disampaikan/ dipaparkan oleh Kacabjari Belinyu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dengan pertimbangannya menyetujui penanganan perkara tersebut dihentikan penuntutannya melalui proses Restoratif Justice yang berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2020 dan untuk selanjutnya sebelum diberikan SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) tersangka telah dilakukan perdamaian,” tutur Basuki.
“untuk melakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative Jaksa Penuntut Umum sangat hati-hati dalam mempertimbangkan untuk mengambil keputusan sebagai langkah terwujudnya asas kemanfaatan hukum bagi masyarakat dan tidak semua perkara dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif,”jelasnya.
Jaksa Penuntut Umum harus memperhatikan, mempertimbangkan secara cermat yang menjadi syarat perkara tindak pidana tersebut layak atau tidaknya untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dan Jaksa Penuntut Umum dengan mengganut Asas Dominus Liitis menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak melakukan penuntutan selain Penunutut Umum yang bersifat Absolut dan Monopoli.
Dijelaskan Basuki, Penuntut Umum menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki dan memonopoli penuntutan dan penyelesaian perkara pidana, artinya selaku pengendali perkara, arah hukum dari suatu proses penyidikan maupun untuk dapat atau tidaknya dlakukan penuntutan terhadap suatu perkara tindak pidana hasil penyidikan adalah mutlak wewenang Penuntut Umum,”pungkasnya.