208 Batang Bibit Jeruk, 62 Kg Daging Tanpa Dokumen Di Sita & Dimusnakan

Laporan jurnalis Ibrahim

Posberitanasional.com, 12/9/19, PANGKALPINANG
Kementerian pertanian, Badan Karantina pertanian Balai Karantina Pertanian Kelas II Pangkalpinang beralamat di Jalana Yos Sudarso No 133 Lontong Pancur Pangkalbalam. Pangkalpinang. Propinsi Kep.Babel,menggelar acara pemusnahan terhadap pembawa hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) lalu lintaskan melalui pelabuhan laut Pangkalbalam dan bandar udara Depati Amir tanpa disertai dengan sertifikat kesehatan/sanitasi dari negara/daerah asal.

Pihak Badan Karantina Pertanian Kelas II Pangkalpinang melaksanakan pemusnahan barang barang tersebut dengan cara dibakar, bertempat IKH/ screen house Balai Karantina Pertanian Kelas II Pangkalpinang Jalan Terminal Selindung Kecamatan Gabek Pangkalpinang. Kamis 12/9/19.

Kepala Balai drh. Saifuddin Zuhri mengatakan, pemusnahan ini dilakukan
karena telah terjadi tindakan pelanggaran terhadap Undang Undang RI No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan dan Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan terkait pemasukan daging sapi beku dan bibit jeruk,” ucapnya.

Dikatakannya, Pada hari Kamis, tanggal 18 April 2019 pukul 09.30 WIB dilakukan tindakan karantina berupa penahanan bibit jeruk sebanyak 3 keranjang (208 batang ). Penahanan bibit jeruk berawal dari petugas karantina Wilker Pelabuhan Pangkal Balam yang melaksanakan patroli pengawasan di Pelabuhan Pangkal Balam dan menemukan aktivitas bongkar kapal KM. Mandala Putri di dermaga Ketapang area pelabuhan Pangkal Balam. Petugas karantina menemukan adanya media pembawa OPTK berupa buah jeruk dan bibit jeruk yang diturunkan oleh buruh angkut. Dari hasil pemeriksaan fisik dan dokumen, ditemukan bahwa media pembawa berupa buah jeruk dilengkapi dengan sertifikat karantina sedangkan bibit jeruk tidak dilengkapi dengan dokumen karantina dan tanpa disertai label biru dari Balai Sertifikasi Benih, oleh karena itu dilakukan tindakan karantina penahanan terhadap 208 batang bibit jeruk dan pelepasan untuk media pembawa buah jeruk,”bebernya.

Tindakan karantina penahanan dilakukan karena melanggar peraturan karantina yaitu UU No. 16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan pasal 6, yakni setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib dilengkapi sertifikat kesehatan dari daerah asal, melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan, dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina guna dilakukan tindakan karantina, Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan pasal 3, Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 610/Kpts/TP.630/6/97 Tentang Peredaran Benih Jeruk Tentang Peredaran Benih Jeruk, menyatakan bahwa :

“Benih jeruk yang beredar harus disertai dengan label lulus sertifikasi yang dikeluarkan oleh Balai/Loka pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Holtikultural atau Penyelenggara Sertifikasi lainnya yang telah memperoleh akreditasi ditempat asal benih jeruk,” ungkapnya.

Terhadap media pembawa Organisme pengganggu Tumbuhan Karantina berupa bibit jeruk tersebut yang berasal dari Kalimantan Barat (Pontianak) dilakukan tindakan karantina pemusnahan, berdasarkan analisa risiko bahwa lalulintas bibit jeruk yang tidak dilengkapi dengan label biru dari Balai Sertifikasi Benih dapat berisiko terhadap penularan bakteri Liberobacter asiaticum yang dapat menyebabkan CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration). Bakteri ini hidup dan hanya berkembang pada jaringan phloem, akibatnya sel-sel mengalami degenerasi sehingga menghambat tanaman menyerap nutrisi. Penularan penyakit tersebut dapat merusak sumber daya alam hayati di wilayah Prov. Kep. Bangka Belitung.

Pada hari Jum’at, tanggal 10 Mei 2019 Jam 17.40 WIB bertempat di gudang kargo Bandara Depati Amir dilakukan tindakan karantina penahanan terhadap daging sapi beku berasal dari Jakarta sebanyak 2 coli (62 Kg) dikarenakan tidak dilengkapi dokumen (Sertifikat Sanitasi Produk Hewan) dari daerah asal Jakarta (Bandara Soekarno Hatta) melalui Bandara bongkar Depati Amir Pangkalpinang dan tidak melapor kepada petugas karantina guna dilakukan tindakan karantina. Pemasukan media pembawa menggunakan jasa ekspedisi Pengiriman barang SPX Cargo pangkalpinang dan alat angkut berupa Pesawat Sriwijaya Air (SJ 076). Tindakan karantina penahanan berawal dari petugas karantina Hewan Risma Indra P, mencurigai barang yang di bungkus dengan karung dan kardus yang berasal dari Bandara Soekarno Hatta melalui penerbangan Sriwijaya air. Setelah dilakukan pemeriksaan atas persetujuan penanggungjawab barang (ekspedisi) dan disaksikan Avsec maka ditemukan adanya daging sapi beku dan tidak dilengkapi dengan dokumen karantina. Petugas karantina melakukan tindakan karantina penahanan dengan mengeluarkan Surat Perintah Penahanan dan Berita Acara Penahanan terhadap daging sapi beku tersebut.

Kemudian oleh petugas karantina diterbitkan berita acara penolakan (9b) supaya dalam waktu 3 x 24 jam segera dikembalikan ke daerah asal sesuai dengan Pasal 15 Undang Undang No 16 Tahun 1992 , dan pemilik menolak untuk mengembalikan sehingga dilakukan tindakan karantina berupa pemusnahan sesuai dengan Pasal 16 Undang Undang No 16 Tahun 1992. Berdasarkan analisa risiko bahwa media pembawa berupa bahan asal hewan (daging) dapat menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan prion. Beberapa bakteri dapat ditularkan dari makanan (food borne disease) diantaranya adalah; Antraks, Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum. Bakteri-bakteri ini merupakan bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada manusia baik karena bakteri itu sendiri maupun toksin yang dihasilkan yang secara sengaja ataupun tanpa sengaja tertelan oleh manusia. Infeksi bakteri-bakteri tersebut dalam bahan asal hewan dan atau hasil bahan asal hewan dapat terjadi pada saat hewan masih hidup, selama proses pemotongan, proses pengolahan, penyimpanan dan saat transportasi. Penyakit Mulut dan Kuku merupakan salah satu penyakit yang dapat ditularkan melalui daging sapi, sedangkan penyakit lain yang dapat ditularkan oleh prion yang terdapat dalam daging sapi adalah penyakit Sapi Gila atau BSE (Bovine Spongiform Encephalopathy). Oleh karena itu dilakukan pemusnahan terhadap media pembawa berupa daging sapi beku tersebut,” Bebernya.

Dalam hal dilakukan tindakan pemusnahan, pemilik media pembawa HPHK dan OPTK tidak berhak menuntut ganti rugi apapun. ( UU No. 16 Tahun 1992 pasal 16 ayat 2 ).

Dengan terlaksananya kegiatan ini kami mengharapkan pemahaman dan peran serta masyarakat dapat semakin meningkat terhadap pelaksanaan tindakan karantina hewan dan tumbuhan,” terang & harap
Kepala Balai drh. Saifuddin Zuhri.